Salah Kaprah di Bulan Sya'ban



   Allah pencipta alam semesta memilih serta mengistimewakan makhluknya sesuai dengan kehendaknya,memilih hamba-Nya menjadi nabi dan rasul serta memberinya keistimewaan dan kelebihan yang tidak diberikan kepada hamba-Nya yang lain,memilih tempat dan memberikannya kelebihan yang tidak diberikan kepada tempat yang lain,memilh bulan dan memberinya keistimewaan yang tidak diberikan kepada bulan yang lainnya,di antara bulan yang penuh kebaikan dan keberkahan itu adalah bulan Sya’ban,dari Zaid bin Tsabit dia bertanya kepada Rasulullah-shallallahu alaihi wasallam-:
يا رسول الله! لم أرك تصوم شهرامن الشهور ما تصوم في شعبان؟ قال:  ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

“Wahai Rasulullah!aku tidak pernah melihatmu puasa di suatu bulan sebanyak puasamu di bulan Sya’ban? Maka beliau menjawab:bulan Sya’ban itu adalah bulan yang sering dilalaikan oleh manusia,bulan yang berada di antara Rajab dan Ramadhan,pada bulan ini diangkat amal-amal manusia kepada Allah pemilik alam semesta,dan aku lebih suka diangkat amal perbuatanku sedangkan aku dalam keadaan berpuasa” (HR.an-Nasa’ai,no.2357 dan dihasankan oleh al-Albany).
Bulan Sya’ban merupakan bulan yang agung dan mulia,di dalamnya ada sebuah hari yang mempunyai keistimewaan dan kelebihan atas hari-hari yang lainnya sepanjang tahun yaitu malam Nishfu Sya’ban,berdasarkan sebuah hadits yang dishahihkan oleh Syaikh al-Albany-rahimahullah-dalam as-Silsilah as-Shahihah no.1144,bahwasanya Rasulullah-shallallahu alihi wasallam-bersabda:
يَطَّلِعُ الله- تبارك وتعالى- فِى لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ

“Allah- tabaraka wa ta’aala-melihat kepada para hambanya pada malam nishfu Sya’ban lalu mengampuni seluruh hambanya kecuali orang musrik dan orang yang saling bermusuhan”.

Walaupun hadits ini banyak dikritisi oleh  para ulama,akan tetapi karena jalannya yang begitu banyak maka hadits ini menjadi shahih sebagimana yang dikatakan oleh al-Albany-rahimahullah-.
Hadits ini menunjukkan bahwa hendaknya setiap muslim memeriksa dirinya mengintrospeksi  diri masing-masing menjauhi syirik baik yang besar maupun yang kecil serta kita berkewajiban memeriksa hati kita,adakah rasa benci rasa permusuhan terhadap saudara kita sesama muslim tanpa ada sebab syar’i yang membolehkannya,agar kita bisa meraih dan mendapatkan ampunan Allah di bulan yang mulia ini sebagaimana yang dijanjikan Rasulullah –sallallahu alaihi wa sallam-dalam hadits di atas.
   Bulan Sya’ban merupakan bulan perisapan dan latihan untuk menyongsong kedatangan bulan Ramadhan,sehingga di antara amalan Rasulullah-shallallahu alaihi wasallam-di bulan ini adalah banyak-banyak berpuasa,A’isyah-radhiallahu anha-mengatakan:
فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ
Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)
Para ulama salaf  sering menyebut bulan Sya’ban dengan syahrul Qurra’ (bulannya para penghafal al-Qur’an) sebagaimana yang dikatakan oleh Habib bin Tsabit-rahimahullah-:
شهر شعبان شهر القراء
“Bulan Sya’ban adalah bulannya para pembaca al-Qur’an”
Yang demikian itu karena mereka memanfa’atkan bulan ini untuk mempersiapkan diri,memperisapkan jiwa dan badan untuk mengahdapi bulan setelahnya yaitu bulan Ramadhan yang penuh berkah.
Kebaikan dan kemuliaan bulan Sya’ban sebagiamana yang kami kemukakan di muka dikotori oleh berbagai amalan-amalan serta ibadah-ibadah yang tidak disyari’atkan dan tidak diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya,boleh jadi amalan-amalan tersebut merupakan warisan nenek moyang yang dijadikan ritual,atau boleh jadi amalan-amalan itu didasarkan pada hadits-hadits dha’if atau mau’du’,padahal Rasulullah-shallallahu alaihi wasallam-memberi peringatan keras kepada ummatnya jangan sampai mereka beramal tanpa adanya contoh dan tuntunan,beliau bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)
Ibnu Mas’ud mengatakan:
اتَّبِعُوا، وَلا تَبْتَدِعُوا فَقَدْ كُفِيتُمْ
“Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen), janganlah membuat amalan yang tidak ada tuntunannya. Karena (ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) itu sudah cukup bagi kalian” (Diriwayatkan oleh  at-Thabraniy dalam al-Mu’jam al-Kabir no. 8770. Al Haytsamiy mengatakan dalam Majma’ Zawa’id bahwa para perawinya adalah perawi yang dipakai dalam kitab shohih)
di antara amalan-amalan yang kami maksud adalah:
*    Melakukan shalat tertentu di malam Nishfu Sya’ban,tentang awal mula adanya shalat Nishfu Sya’ban ini diceritakan oleh at-Turtusi dalam kitabnya al-Hawadits wal Bida’ hlm.121-122 dari Abu Muhammad al-Maqdisy,dia berkata:
Dahulu tidak ada di tempat kami apa yang dinamakan dengan shalat Ragha’ib yaitu shalat yang dilakukan pada bulan Rajab dan Sya’ban,kali pertama terjadinya shalat ini pada tahun 448 H,ketika ada seorang laki-laki dari Nablus orang-orang mengenalnya dengan nama Ibnu Abil Hamra’ datang ke daerah kami di Baitul Maqdis,orang ini sangat bagus bacaannya,maka diapun shalat pada malam nishfu Sya’ban di Masjidil Aqsha,maka datanglah kepadanya masyarakat sekitar satu persatu untuk ikut shalat bersamanya,sampai terkupul bersamanya banyak orang,kemudian pada tahun berikutnya diapun shalat disertai oleh banyak orang,lalu menyebarlah shalat ini keseluruh penjuru negeri,dan orang-orangpun menganggapnya sunnah sampai hari ini.
Ibnul Qayyim berkata dalam al-Manarul Munif hlm.98-99:
“Di antara hadits palsu yang tersebar di masyarakat adalah hadits-hadits tentang shalat malam Nishfu Sya’ban,dan sungguh mengherankan keadaan  sebagian orang yang dianggap berilmu,mengapa mereka bisa tertipu dengan hadits-hadits palsu ini,padahal shalat ini diada-adakan pada abad kelima dan tumbuh di daerah Baitul Maqdis”.
Imam an-Nawawy berkata dalam al-Majmu’ IV/56:
“Dua shalat ini yaitu shalat Ragha’ib dan shalat yang dikhususkan pada malam Nishfu Sya’ban ini adalah dua shalat yang tidak disyari’atkan,dua buah kemungkaran yang jelek,jangan sampai anda tertipu dengan disebutkannya shalat ini dalam kitab Quutul Qulub dan Ihya’ Ulumiddin”.
Begitu pula melakukan shalat dengan raka’at tertentu pada malam Nishfu Sya’ban ini dengan niat untuk menolak bala’,memperpanjang umur,lalu diiringi dengan membaca surat Yasin dan do’a tidak mempunyai dasar dari al-Qur’an maupun Sunnah.
Al-Imam asy-Syaukani berkata dalam al-Fawa’idul Majmu’ah(penulis nukil dari at-Tahdzir minal Bida’ hlm.18):
“Telah datang riwayat-riwayat  tentang keutamaan shalat pada malam Nishfu Sya’ban dengan berbagai macam kaifiyah dan jumlah raka’at,dan semua riwayat-riwayat itu adalah batil dan maudhu’”.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz berkata dalam at-Tahdzir minal Bida’ hlm.19:
“Sesungguhnya memperingati malam Nishfu Sya’ban baik dengan shalat-shalat tertentu dan yang lainnya,atau mengkhususkan siang harinya dengan puasa tertentu adalah perkara yang diada-adakan dalam agama ini menurut mayoritas ulama,dan perbuatan ini tidak mempunyai dasar dalam syari’at yang mulia ini,bahkan itu semua diada-adakan oleh manusia setelah berlalunya generasi sahabat-radhiallahu anhum-,lanjut Syaikh Bin Baz:”…dalam Shahih Muslim Rasulullah-shallallahu alaihi wa sallam-bersabda:
لاَ تَخْصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِى وَلاَ تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الأَيَّامِ
“Janganlah kalian mengkhusukan malam jum’at dengan shalat tertentu,dan jangan pula kalian mengkhusukan hari jum’at dengan puasa tertentu”(HR.Muslim:1144).
Maka seandainya mengkhusukan suatu malam dengan suatu ibadah tertentu adalah boleh maka malam jum’at adalah malam yang paling pantas untuk dikhususkan,karena hari jum’at adalah hari yang paling mulia berdasarkan hadits shahih yang datang dari Rasulullah-shallallahu alaihi wa sallam-,maka ketika Nabi-shallallahu alaihi wasallam-melarang mengkhusukan malam jum’at dengan shalat khusus ini menunjukkan bahwa malam-malam yang lain jauh lebih dilarang dan tidak boleh mengkhusukan satu malam tertentu dengan suatu ibadah kecuali dengan dalil yang shahih yang menunjukkan pengkhususan”,demikian perkataan Syaik Abdul Aziz bin Baz-rahimahullah-.
*    Di antara keyakinan yang salah berkaitan dengan bulan Sya’ban adalah keyakinan bahwasanya malam Nishfu Sya’ban merupakan malam Lailatul Qodar keyakinan ini merupakan keyakinan yang batil,Imam Ibnul Araby berkata dalam Syarah Sunan at-Tirmidzy III/275-276:”Sebagian ulama’ tafsir   menyebutkan bahwasanya firman Allah:
إنا أنزلناه في ليلة القدر
“Kami telah menurunkan al-Qur’an itu pada malam Lailatul Qodar”  mereka mengatakan yang dimaksud dengan lailatul qadar di sini adalah malam Nishfu Sya’ban dan ini adalah keyakinan yang batil karena Allah tidak menurunkan al-Qur’an itu pada bulan Sya’ban,akan tetapi Allah menurunkan al-Qur’an itu pada malam lailatul qadar sedangkan lailatul qadr itu terdapat pada bulan Ramadhan Allah berfirman:
شهر رمضان الذي أنزل فيه القرآن
“Bulan Ramadhanlah yang al-Qur’an diturunkan padanya”
*    Di antara amalan-amalan yang tidak ada dalilnya  yang dilakukan masyarakat pada bulan Sya’ban adalah melakukan pengiriman do’a kepada kerabat yang telah meninggal dunia dengan membaca Yasinan atau Tahlilan  
   Di antara hadits  yang tersiar mengenai bulan Sya’ban adalah:
إذا انتصف شعبان فقوموا ليله وصوموا نهاره
"Apabila telah masuk pertengahan Sya’ban maka perbanyaklah shalat pada malamnya dan puasa pada siang harinya”
Padahal hadits ini tidaklah shahih berdasarkan kesepakatan para ahli hadits serta bertentangan dengan hadits shahih mengenai larangan berpuasa pada pertengahan bulan Sya’ban kecuali bagi mereka yang mempunyai kebiasaan puasa sebelumnya,dari Abu Hurairah,Nabi-shallallahu alaihi wa sallam bersabda-:
إذا انتصف شعبان فلا تصوموا ,وفي رواية:فأمسكوا عن الصيام
"Apabila pertengahan bulan Sya’ban telah datang maka janganlah kalian berpuasa,dalam riwayat lain:”Tahanlah diri kalian dari melakukan puasa”(HR.Abu Daud:2049,at-Tirmidzy dan Ibnu Majah:1339,lihat pula al-Misyqat :1974-dishahikan oleh al-Albany-).
Dan di antara hal yang sering dilakukan terutama oleh kaum perempuan adalah menunda untuk membayar hutang puasa nya sampai bulan Sya’ban,padahal seharusnya dia memercepat untuk mengkada’ puasanya agar apabila dia telah sampai di bulan Sya’ban dia bisa melaksanakan puasa-puasa sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah-shallallahu alaihi wasallam-,sebagaimana yang dilakukan oleh A’isyah-radhiallahu anha-sebagaimana dalam sebuah hadits yang shahih bahwasanya tidaklah dia menunda hutang puasa wajibnya di bulan Sya’ban melainkan dikarenakan sibuknya mengurus keperluan Rasulullah-shallallahu alaihi wa sallam,maka sepeninggal Rasulullah A’isyah tidak pernah lagi menunda qada’ puasanya sampai di bulan Sya’ban-wallahu a’lam-.
Selesai disusun pagi yang penuh barokah hari Jum’at, Sya’ban 2nd 1433 H
Disampaikan pada Khutbah Jum’at Masjid A’isyah Islamic Center
Lawata Mataram-NTB

0 Response to "Salah Kaprah di Bulan Sya'ban"

Posting Komentar

Pertanyaan dan komentar, akan kami balas secepatnya-insyaallah-.