9 Kekeliruan Fatal di Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan,bulan yang penuh berkah telah tiba,bulan yang memiliki banyak keistimewaan dibanding bulan-bulan yang lain,Allah mewajibkan atas ummat Islam untuk melakukan ibadah puasa di dalamnya,ibadah yang mulia yang pahala serta besar ganjarannya hanya diketahui oleh Allah,berkaitan dengan hal ini admin ingin berbagi tentang beberapa kekeliruan sebagian kaum muslimin dalam melakukan ibadah nan mulia ini,semoga bermanfaat dan admin mendapatkan percikan pahala dari tulisan sederhana ini.
 
Pertama:Mempercepat waktu sahur
   Di antara kesalahan yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin ketika melakukan puasa di bulan yang mulia ini adalah mempercepat waktu sahur sampai ada yang melakukan santap sahur pada awal-awal malam,padahal yang disunnahkan bagi seorang muslim adalah mengakhirkan sahurnya demi mencontoh Rasulullah-shallallahu alaihi wasallam-.
Rasulullah-shallallahu alaihi wasallam-bersabda:

إِنَّا مَعْشَرَ الأَنْبِيَاءِ أُمِرْنَا بِتَعْجِيْلِ الْفِطْرِ وَتَأْخِيْرِ سَحُوْرِنَا...

sesungguhnya kami seluruh para nabi diperintah untuk mempercepat berbuka puasa dan mengakhirkan sahur kami” (diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dishahihkan oleh al-Albany,as-Shahihah:IV/376).
Anas bin Malik ketika ditanya tentang seberapa panjang jarak waktu antara santap sahur Rasulullah dengan dikumandangkannya adzan shubuh? Dia menjawab:”kira-kira sepanjang waktu yang dihabiskan seseorang untuk membaca 50 ayat al-Qur’an” (Muttafaq Alaih Bukhari:1921,Muslim1097).  

Kedua:Tidak mengingatkan orang yang sedang makan/minum karena lupa
   Di antara kesalahan yang sering terjadi dari sebagian kaum muslimin di bulan puasa adalah perilaku membiarkan orang yang makan atau minum dalam keadaan lupa dengan berdalih bahwa itu adalah rizki yang diberikan Allah kepada orang itu maka apabila dia mengingatkannya maka dia telah menghalangi orang untuk mendapat rizki yang diberikan oleh Allah,padahal karena ketidaktahuannya ia telah melakukan sebuah kemungkaran yang nyata.
   Syaikh Muhammad al-Utsaimin pernah ditanya tentang orang yang makan atau minum dalam keadaan lupa,apakah wajib bagi orang yang melihatnya untuk mengingatkannya?
Maka beliau menjawab:
Barang siapa yang makan atau minum dalam keadaan lupa maka puasanya tetap sah tidak batal akan tetapi apabila dia ingat maka wajib baginya untuk berhenti dari makan dan minumnya itu bahkan jika makanan atau minuman itu masih di mulutnya ketika dia ingat,ia wajib mengeluarkannya dari mulutnya,adapun dalil tentang tidak batalnya puasa orang tersebut adalah sabda Rasulullah-shallallahu alaihi wasallam-:

مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوشَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ

“Barangsiapa yang lupa lalu dia makan atau minum sedangkan ia dalam keadaan berpuasa,maka hendaknya ia menyempurnakan puasanya karena sesungguhnya Allah memberinya makan dan minum (akibat lupanya itu)” (Muttafaq Alaih,Bukhari:1933,Muslim:1155). 

Ketiga:Enggan bersiwak setelah waktu Dzuhur karena berkeyakinan itu adalah membatalkan puasa
   Di antara kesalahan kaum muslimin berkaitan dengan ibadah puasa adalah keengganan sebagian kaum muslimin untuk bersiwak setelah tergelincirnya matahari serta larangan mereka terhadap mereka yang melakukannya,padahal dalil-dalil tentang anjuran siwak ini adalah umum[1] tidak ada yang menunjukkan pelarangan bersiwak bagi mereka yang berpuasa.
Dan di antara dalil yang mereka gunakan adalah keyakinan bahwa hal ini bisa menghilangkan perubahan bau mulut yang disebutkan dalam sebuah hadits bahwa bau itu jauh lebih harum di sisi Allah dari bau minyak kesturi,beliau-shallallahu alaihi wasallam-bersabda:

....لَخَلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ
“….Sungguh perubahan bau mulut orang yang puasa jauh lebih harum dari bau minyak kesturi” (diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim,lihat Fathul Baari:IV/102)[2]

Serta dalil-dalil lain yang tidak lepas dari kritikan akibat sanadnya yang lemah sehingga tidak bisa dijadikan sandaran seperti yang diriwayatkan dari Abu Hurairah,bahwasanya dia berkata:

“engkau boleh bersiwak sampai waktu Ashar,apabila engkau telah shalat maka buanglah,karena sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah bersabda: sungguh perubahan bau mulut orang yang puasa jauh lebih harum dari bau minyak kesturi….” (Diriwayatkan oleh ad-Daruqutny).
Imam asy-Syauqany berkata:apa yang dikatakan oleh Abu Hurairah,disamping tidak menunjukkan dilarangnya bersiwak pada waktu tersebut juga tidak shahih karena ada perawinya yang matruk yaitu Umar bin Qais,maka yang benar adalah boleh bagi orang yang berpuasa bersiwak pada pagi hari maupun sore hari dan inilah yang dipegang oleh mayoritas ulama’.(Nailul Authar:I/129).
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin-rahimahullah-mengatakan:”orang yang berpuasa tidaklah batal puasanya dengan bersiwak,akan tetapi bersiwak itu sunnah baginya dan bagi orang yang tidak puasa kapan saja,di pagi hari maupun di sore hari” (Fushul fis Shiam wat Tarawih waz Zakat hlm.15).


Keempat:Keyakinan bahwa tidak boleh memakai daun pacar (pewarna kuku & rambut) ketika puasa
   Syaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang boleh atau tidaknya memakai daun pacar ketika puasa dan apakah hal itu membatalkan puasa? Maka beliau menjawab:
“Keyakinan menaruh daun pacar saat puasa membatalkannya tidaklah benar,memakai pacar tidaklah berpengaruh dan tidaklah membatalkan puasa sebagaimana halnya celak,obat tetes mata dan telinga,semua ini tidak mempengaruhi puasa dan tidak membatalkannya”(Fatawa Nur ald Darbi hlm.46).


Kelima:Rasa takut dan enggan untuk mengecap/mencicipi makanan
   Sebagian kaum perempuan merasa takut untuk mecicipi makanan karena khwatir puasanya batal,padahal rasa takut ini bukan pada tempatnya apabila dia memang tidak menelan makanan yang dia cicipi itu.
Ibnu Abbas mengatakan:”tidak apa-apa (bagi orang yang puasa)untu mencicipi makanan yang ada di panci atau yang lainnya”Imam Bukhari menyebutkan hadits ini dalam bab Bolehnya Orang yang Berpuasa untuk Mandi,Ibnu Hajar berkata:”adapun penyebutan riwayat ini dalam bab mandi dari sisi Fahwa yaitu jika mencicipi makanan yang mengakibatkan bertemunya makanan dengan lidah tidak menyebabkan puasa menjadi batal maka bertemunya air dengan kulit juga lebih pantas untuk tidak membatalakan puasa seseorang”(Fathul Bari IV/153-154).
Syaikh Ibnu Jibrin ditanya:
Apakah boleh bagi orang yang memasak makanan sedangkan ia puasa untuk mencicipi makanan itu untuk mengetahui kelayakan makanan tsb?
Beliau menjawab:
“Tidak mengapa bagi seseorang untuk mencicipi makanan apabila memang diperlukan yaitu dengan menaruhnya di ujung lidah untuk megetahui manis atau asinnya makanan itu,selama dia tidak menelannya akan tetapi hendaknya dia mengeluarkannya dan hal itu tidak membatalkan puasanya-insya Allah-”(Fatawa Shiyam hlm.16).


Keenam:Perempuan yang suci dari haid menjelang terbit fajar (waktu Shubuh)
   Di antara hal yang berkaitan dengan puasa juga adalah bahwasanya sebagian kaum wanita jika dia suci dari haidnya menjelang Shubuh dan tidak sempat untuk melakukan mandi bersih dikarenakan waktu yang pendek maka merekapun tidak mau berpuasa seraya berdalih bahwa waktu Shubuh telah datang sedangkan dia belum mandi bersih dari haidnya.
Syaikh Abdulllah bin Jibrin pernah ditanya tentang perempuan yang suci dari haidnya tepat di waktu adzan shubuh (waktu terbit fajar),apakah dia wajib berpuasa ataukah dia tidak berpuasa dan mengkada’nya pada hari-hari yang lain?
Beliau-rahimahullah-menjawab:
“Apabila darah haidnya telah kering dan berhenti mengalir tepat ketika waktu fajar atau beberapa waktu sebelumnya maka puasanya sah walaupun dia belum mandi bersih kecuali ketika waktu Shubuh telah berlangsung lama”(Fatawa Shiam oleh Syaik Muhammad dan Syaikh Ibnu Jibrin hlm.17).
Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan:”apabila seorang perempuan suci dari haidnya pada malam hari walaupun beberapa menit sebelum waktu Shubuh maka dia wajib berpuasa karena dia termasuk orang yang diwajibkan puasa dan tidak ada hal yang menjadi penghalangnya untuk puasa maka wajib atasnya berpuasa,dan puasanyapun sah walaupun dia belum mandi bersih kecuali setelah terbit fajar”(Majalis Syahr Ramadhan hlm.26). 


Ketujuh:Sebagian kaum muslimat memakai minyak wangi dan parfum ketika pergi shalat Tarawih bersama kaum musimin yang lain
   Di antara kesalahan yang sering dilakukan ummat islam khususnya kaum perempuan adalah memakai minyak wangi atau parfum yang semerbak sampai-sampai setiap berpapasan dengan orang lain bau harum parfum itu masih tercium walaupun orangnya telah jauh berlalu,hendaknya diketahui bahwasanya Islam adalah agama yang menganjurkan dan menyenangi kebersihan dan keindahan namun agama yang mulia ini telah mengatur seluk beluk kehidupan manusia ini dengan begitu sempurna,kecantikan seorang perempuan serta keelokannya sebuah hal yang dibanggakan,suami sebagai teman hidup,sebagai partner dalam mengarungi samudra kehidupan bahkan sebagai pasangan di surga kelak adalah orang yang paling pantas menikmati kecantikan itu,wahai ukhti…!!! Simpanlah perhiasanmu,simpanlah keelokanmu itu untuk laki-laki yang menyayangimu sepenuh hatinya,laki-laki yang menjadi penjagamu di saat duka dan lara,di saat senang dan susah,ukhti….!!! Maukah engkau apabila sang suamimu nanti mengetahui kalau engkau dahulu pernah mempunyai tambatan hati yang lain,kalau dahulu kecantikanmu yang begitu mempesona pernah dinikamti oleh hidung belang? Alangkah marah dan geramnya suamimu.
Berkaitan dengan poin yang ke 7 ini ada sebuah riwayat yang dikeluarkan oleh an-Nasa’I dan Baihaqi dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam as-Silsilah as-Shahihah no.131 dari Abdurrahman bin Harits bin Abu Ubaid dari kakeknyadia berkata:aku pernah keluar bersama Abu Hurairah dari masjid pada waktu dhuha,lalu kami berpapasan dengan seorang perempuan yang tercium darinya bau parfum yang sangat keras yang tidak pernah saya temukan yang sekeras itu,lalu Abu Hurairah berkata kepadanya:assalamu’alaikum,lalu perempuan itupun menjawab salam,lalu Abu Hurairah berkata:engkau mau pergi kemana? Dia menjawab:ke masjid,Abu Hurairah bertanya:lalu untuk apa engkau memakai parfum yang baunya tercium ini? Perempuan itu menjawab:untuk menghormati masjid,Abu Hurairah lalu berkata:sungguh kekasihku Rasulullah-shallallahu alaihi wasallam-pernah memberi tahuku seraya bersabda:

أَنَّهُ لَا تُقْبَلُ لِامْرَأَةٍ صَلَاةٌ تَطَيَّبَتْ بِطِيْبٍ لِغَيْرِ زَوْجِهَا,حَتَّى تَغْتَسِلَ مِنْهُ غَسْلَهَا مِنَ الْجَنَابَةِ,فَاغْتَسِلِيْ مِنْهُ ثُمَّ ارْجِعِيْ فَصَلَّيْ
“Bahwasanya shalat perempuan yang memakai parfum bukan untuk suaminya tidak diterima sampai dia mandi sebagaimana dia mandi janabah,maka wahai perempuan mandilah engkau lalu kembalilah (ke masjid) lalu setelah itu baru engkau shalat”.

Maka dari itu bertakwalah dan takutlah kepada Allah wahai kaum perempuan…!!! Simpanlah parfummu itu hanya untuk menyambut senyum suamimu,hanya untuk membahagiakan sumimu tercinta..!! 


Kedelapan:Memepercepat dan terburu-buru dalam melaksanakan shalat Tarawih
   Syaikh Jamaluddin al-Qsimy berkata dalam kitab Ishlahul Masajid hlm.85-86:
“Tidak diragukan lagi bahwasanya melakukan shalat Tarawih di setiap malam pada bulan Ramadhan merupakan sunnah yang diperintahkan,akan tetapi sebagian imam-imam shalat telah terbiasa untuk melakukannya begitu cepat,sampai-sampai menyebabkan tertinggalnya rukun-rukun,sunnah-sunnah shalat itu sendiri,seperti tidak tumakninah dalam sujud dan ruku’,membaca ayat dengan sangat cepat semua itu dilakukan demi mempercepat shalat,dan ini termasuk tipu daya yang dibuat oleh syaithan kepada kaum muslimin untuk membatalkan amal mereka,bahkan diantara mereka yang melakukan shalat ini kelihatannya lebih mirip dengan permainan,maka yang wajib atas seorang muslim mendirikan shalat baik wajib maupun sunnah dengan menyempurnakan rukun dzahirnya seperti ruku’,sujud dst,demikian juga rukun bathinnya seperti khusu’,menghadirkan hati,mentadabburi apa yang dibaca dst”.
Syaikh Muhammad al-Utsaimin berkata dalam Majlis Syahr Ramadhan hlm.19 ketika menggambarkan tentang shalat Nabi-shallallahu alaihi wasallam-:
“Apa yang dilakukan oleh Nabi-shallallahu alaihi wasallam-ini berbeda dengan yang dilakukan oleh kebanyakan manusia dewasa ini,yaitu melakukan shalat dengan kecepatan yang luar biasa,mereka tidak menerapakan salah satu rukun shalat yaitu tumakninah dan tenang yang apabila rukun shalat ini ditinggalakan menyebabkan shalat tidak diterima”. 


 Kesembilan:Melakukan qunut setiap melakukan shalat witir pada waktu shalat Tarawih
   Di antara kekeliruan juga adalah melakukan qunut secara rutin pada bulan Ramadhan waktu shalat Tarawih serta mengharuskan qunut itu setelah ruku lalu mengingkari orang yang melakukan berbeda dengan itu.
Dan yang benar bahwasanya qunut dilakukan kadang-kadang setelah ataupun sebelum ruku’,oleh karena itu seorang imam boleh melakukan qunut setelah atau sebelum ruku’ maupun meninggalkan qunut itu sendiri.
Adapun dalil bahwasanya qunut itu setelah ruku’ maka apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Anas bahwasanya Nabi-shallallahu alaihi wasalla-melakukan qunut satu bulan penuh pada saat shalat Shubuh setelah ruku’.
Adapun dalil melakukannya sebelum ruku’ apa yang diriwayatkan oleh Ubay bin Ka’ab dia mengatakan:”bahwasanya Nabi melakukan qunut sebelum ruku”(Irwa’ul Ghalil II/127).
Adapun dalil boleh meninggalkan qunut adalah ketiadaan dalil yang mewajibkannya,Syaikh al-Albany berkata:
“Nabi-shallallahu alaihi wasallam-terkadang melakukan qunut pada shalat witir,kami mengatakan”terkadang” karena para sahabat yang meriwayatkan witir beliau tidak menyebutkan tentang qunut,maka seandainya beliau melakukannya secara terus-menerus niscaya para sahabat akan menukilnya kepada kita,memang benar qunut ini diriwayatkan oleh Ubay bin Ka’ab sendiri,justru ini menunjukkan bahwa beliau melakukannya kadang-kadang saja,dan sekaligus menunjukkan bahwa qunut ini tidaklah wajib”(Shifat Shalat Nabi-shallallahu alaihi wasallam hlm.160).


Selesai ditulis siang hari sabtu yang penuh barokah,1 Ramadhan 1433 H
Disarikan oleh admin dari kitab Mukhalafaat Ramadhan
oleh
Syaikh Abdul Aziz as-Sadhan
disertai beberapa penambahan dan penyesuaian


[1] Seperti sabda Rasulullah-shallallahu alaihi wasallam-:
السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ وَمَرْضَاةٌ لِلَّربِّ
“Siwak adalah pembersih bagi mulut dan keridhaan bagi Allah” (Shahih al-Jami’:II/224).
[2] Berdalil dengan hadits ini dikomentari oleh al-Izz bin Abdus Salam sebagaimana dinukil oleh Imam asy-Syauqany dalam Nailul Authar (I/128-129):”….padahal siwak termasuk bersuci yang masyru’ yang dilakukan untuk Allah,karena berbicara dengan orang-orang terhormat dengan mulut yang bersih jauh lebih baik tanpa ada keraguan sedikitpun,oleh karena itu disyari’atkanlah siwak ini,adapun tertinggalnya bau mulut tidak mengandung pengagungan dan penghormatan,maka bagaimana mungkin membiarkan bau mulut jauh lebih baik daripada mengagungkan Allah dengan mencuci mulut dengan siwak?

1 Response to "9 Kekeliruan Fatal di Bulan Ramadhan"

Anonim mengatakan...

nice post.....!!!!!

Posting Komentar

Pertanyaan dan komentar, akan kami balas secepatnya-insyaallah-.