Imam Ibnu Katsir asy-Syafi’I[1]
berkata:”Sumber penyembahan berhala adalah karena sikap berlebih-lebihan
terhadap kuburan dan penghuninya”[2].
As-Suwaidy asy-Syafi’I[3]
berkata:”Awal mula terjadinya penyakit bahaya ini (kesyirikan) adalah pada kaum
Nabi Nuh-alaihis salam-sebagaimana dikabarkan oleh Allah di dalam al-Qur’an”
beliau berkata lagi:”Maka karena sumber utama penyembahan berhala berawal dari
pengagungan kuburan, pada awal datangnya Islam menziarahi kuburan adalah
dilarang, demi menutup rapat-rapat pintu kesyirikan”[4].
Bertolak dari sinilah Imam Syafi’I dan pengikut-pengikut beliau melarang keras
segala macam perbuatan syirik dan perbuatan-perbuatan yang mengantar dan
menjurus kepada kesyirikan itu.
1. Menembok,Membangun dan Meninggikan Kuburan
Jabir bin Abdillah-radhiallohu
anhuma-berkata:
نهى رسول
الله أن يجصص القبر,وأن يقعد عليه وأن يبنى عليه( أويزاد عليه أو يكتب عليه )
“Rasulullah-shallallahu
alaihi wasallam-melarang menembok kuburan,duduk di atasnya, mendirikan bangunan
di atasnya,meninggikannya[5],
dan menulis di atasnya”[6].
Dari Abul Hayyaj al-Asady dia berkata:Ali bin Abi Thalib
berkata kepadaku:
أَلَا أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ لَا تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَسْتَهُ وَلَا
قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ
“Maukah kamu aku utus sebagaimana Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam telah mengutusku? Hendaklah kamu jangan meninggalkan
gambar-gambar kecuali kamu hapus dan jangan pula kamu meninggalkan kuburan
kecuali kamu ratakan”[7].
Imam Syafi’I berkata:
وأحب ألا
يبنى ولا يجصص,فإن ذلك يشبه الزينة والخيلاء,وليس الموت موضع واحد منهما ولم أر
قبور الأنصار والمهاجرين مجصصة.....وقد رأيت من الولاة من يهدم بمكة ما يبنى فيها
فلم أر الفقهاء يعيبون ذلك ,وأن في ذلك تضييقا على الناس
“Saya suka agar kuburan itu tidak dibangun dan ditembok,karena
hal itu termasuk bermegah-megahan dan kesombongan,sedangkan kematian bukanlah
tempat untuk bermegah-megahan dan sombong.Dan sayapun tidak melihat bahwa
kuburan para sahabat Anshar dan Muhajirin dibangun…Aku melihat sendiri para
Imam di Makkah menghancurkan
bangunan-bangunan (yang berada di kuburan) dan saya tidak menemukan para
ulama mencela hal itu[8].Dan
hal ini akan mempersempit kuburan manusia[9]”.
Imam Nawawy asy-Syafi’I[10]
berkata:”Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa kuburan tidak ditinggikan dari
tanah dengan sangat tinggi,namun hanya ditinggikan seukuran satu jengkal, ini
adalah mazhab Imam Syafi’I dan yang sependapat dengannya”[11].
Dalam Raudhatut Thalibin beliau
berkata:”Yang disunnahkan adalah tidak menambahkan tanah lain untuk menimbun
kuburan selain dengan tanah yang keluar ketika menggali kuburan itu,dan tidak
boleh ditinggikan kecuali hanya sejengkal supaya bisa ditandai, diziarahi dan
dihormati”[12].
Bahkan Imam asy-Syaukany[13]
berkata:”Ketahuilah bahwasanya semua ulama, baik yang dahulu maupun sekarang,
masa lampau maupun masa kini, dari zaman sahabat sampai saat ini, telah
bersepakat bahwa meninggikan kuburan dan membangun di atasnya merupakan perkara
yang diada-adakan, dan ancaman Rasulullah sangat keras bagi pelakunya”[14].
2. Shalat Menghadap Kuburan dan Membangun Masjid Di Atasnya
Rasulullah-shallallahu alaihi
wasallam-dalam riwayat Imam Muslim bersabda:
لا
تجلسوا على القبور ولا تصلوا إليها
“Janganlah kalian
duduk di atas kuburan dan janganlah kalian shalat menghadapnya”[15].
Mengenail larangan membangun masjid di kuburan,Rasulullah
bersabda:
أَلَا وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا
يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ أَلَا فَلَا
تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
“Ketahuilah,
sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dahulu telah menjadikan kubur-kubur
Nabi-Nabi mereka dan orang-orang sholih mereka sebagai masjid-masjid! Ingatlah,
maka janganlah kamu menjadikan kubur-kubur sebagai masjid-masjid, sesungguhnya
aku melarang kamu dari hal itu”[16].
أُولَئِكِ إِذَا مَاتَ مِنْهُمْ الرَّجُلُ
الصَّالِحُ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا ثُمَّ صَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ
الصُّورَةَ أُولَئِكِ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ
“Mereka itu, jika
ada seorang yang sholih di antara mereka mati, mereka membangun masjid di atas
kuburnya, kemudian membuat patung/gambar orang sholih itu di dalamnya. Mereka
itu seburuk-buruk manusia di sisi Allah”[17].
Imam Syafi’I mengatakan:
وأكره أن
يبنى على القبر مسجد وأن يسوى أو يصلى عليه وهو غير مسوى أو يصلى إليه
"Dan
saya benci apabila dibangun masjid di atas kuburan dan diratakan atau melakukan
shalat di kuburan itu dengan tanpa diratakan dan (aku tidak suka juga)
melakukan shalat ke arah kuburan itu"[18].
Imam an-Nawawy asy-Syafi’I berkata:”Nabi
Muhammad-shallallahu alaihi wasallam-melarang makamnya dan makam orang lain
dijadikan masjid karena takut terjadi pengkultusan dan menimbulkan fitnah, yang
mungkin saja menyeret orang-orang yang melakukannya ke dalam kekufuran seperti
yang terjadi pada ummat terdahulu.Ketika para sahabat dan para tabi’in merasa
perlu memperluas masjid Rasulullah-shallallahu alaihi wasallam-sejalan dengan
bertambah banyaknya kaum muslimin,perluasan itu memasukkan rumah-rumah istri
Rasulullah-shallallahu alaihi wasallam-, di antaranya rumah A’isyah yang di
dalamnya ada makam Rasulullah dan dua sahabat beliau-Abu Bakr dan Umar-,mereka
membuat dinding yang tinggi melingkari rumah tersebut agar tidak terlihat di
masjid dan tidak melanggar larangan, kemudian mereka membangun dua dinding di
sebelah utara dan membelokkannya sampai keduanya bertemu, dengan demikian tidak
ada orang yang bisa menghadap ke makam Rasululah-shallallahu alaihi wasallam-“[19].
Imam Ibnu Hajar al-Haitami
asy-Syafi’I[20]
berkata:”Dosa besar ketiga, keempat, kelima, keenam, ketujuh, kedelapan, dan
kesembilan adalah: menjadikan kuburan sebagai masjid, menyalakan lampu di
atasnya[21],
menjadikannya berhala, thawaf mengelilinginya, mengusapnya, dan shalat
menghadapnya”.
Beliau lalu
berkata:”Peringatan!Keenam hal ini dikategorikan sebagai dosa besar menurut
pendapat sebagian besar ulama madzhab Syafi’I, sepertinya pendapat ini diambil
dari hadits yang disebutkan tadi.Masalah menjadikan masjid sebagai kuburan
salah satu dosa besar itu adalah jelas, karena Nabi melaknat orang yang
melakukannya, dan menyatakan bahwa orang yang melakukan hal itu terhadap
kuburan orang shaleh adalah makhluk yang paling buruk di sisi Allah pada hari
kiamat”[22].
3. Tabarruk (Mencari Berkah) ke Kuburan
Sesungguhnya tabarruk itu terbagi
menjadi dua:
Ø
Tabarruk yang disyari’atkan
dan dibolehkan seperti tabarruk dengan air zam zam[23]
, mencari keberkahan dengan jujur dalam melakukan jual beli[24],
mencari berkah dengan makan sahur[25],
mencari berkah dengan berpagi-pagi mencari rizki[26]
dan lain sebagainya,dan hendaknya diyakini bahwa hal-hal tersebut hanya sebab
saja sedangkan keberkahan dari Allah semata.Rasulullah bersabda:
البركة من الله
“Berkah itu adalah dari Allah”[27].
Ø
Tabarruk yang dilarang
yaitu bertabarruk dengan hal-hal yang dilarang seperti tabarruk dengan kuburan
orang shalih, pohon dan batu dan lain sebagainya,mengenai tabarruk semacam ini
di ceritakan oleh sahabat Abu Waqid Al-Laitsi. Suatu saat kami pergi keluar
bersama Rosululloh -sholallahu alaihi wa
sallam- ke Hunain, sedang kami dalam keadaan baru saja masuk
Islam. Kemudian kami melewati sebuah pohon milik orang-orang musyrik yang
dinamakan Dzatu Anwath, mereka selalu
mendatanginya dan menggantungkan senjata-senjata perang mereka pada pohon itu
untuk mencari berkah. Kami pun berkata: “Ya Rosululloh,
buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath sebagaimana Dzatu Anwath mereka.”
Maka Rosululloh bersabda: “Allahu Akbar, itulah
tradisi (orang-orang sebelum kamu). Dan demi Alloh yang jiwaku berada di
Tangan-Nya, ucapan kalian seperti perkataan Bani Israil kepada Musa:
‘Buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana tuhan orang-orang itu.’ Musa
menjawab, ‘Sungguh, kamu adalah kaum yang tidak mengerti.’” Beliau bersabda
lagi, “Sungguh kalian akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kamu (Yahudi
dan Nasrani)”[28].
Al-Hulaimy[29]
mengutip perkataan sebagian ulama tentang larangan menempelkan punggung atau
perut di tembok kuburan Nabi-shallallahu alaihi wasallam-dan mengusap-usapnya
dengan tangan dan mengatakan bahwa hal ini termasuk perkara yang di
ada-adakan,perkataan ini diakui oleh al-Hulaimi dan berdalil seraya mengatakan
dahulu (di zaman sahabat) tidak pernah kuburan Nabi diusap-usap (untuk mendapat
berkah), tidak pula ada (sahabat) yang menempel perut atau punggungnya di sana[30].
Imam an-Nawawy mengutip perkataan
al-Hulaimy ini dalam al-Majmu lalu berkata:”Inilah kebenaran yang dikatakan
oleh para ulama dan yang disepakati oleh mereka,dan tidak selayaknya kita
tertipu dengan penentangan yang dilakukan oleh orang awam dengan melakukan hal
ini,karena sesungguhnya sahnya sebuah amal apabila ditunjukkan oleh
hadits-hadits yang shahih serta perkataan-perkataan para ulama dan tidak boleh
melirik kepada perilaku serta kebodohon perbuatan orang-orang awam itu”.Beliau
lalu mengatakan:
لأن البركة
إنما هي فيما وافق الشرع وكيف ينبغي الفضل في مخالفة الصواب
“Karena berkah itu
(diperoleh)dengan hal yang sesuai dengan syari’at.Bagaimana mungkin mencari
keutamaan dengan menyalahi kebenaran?![31]
4.
Melakukan Safar
(Perjalanan Jauh) Untuk Ziarah Kubur
Rasulullah-shallallahu alaihi wasallam-bersabda:
وَلاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّإلى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ، مَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الْأَقْصَى وَمَسْجِدِي هَذاَ
“Dan tidak boleh syaddur
rihal kecuali ke tiga masjid, yaitu Masjidil Haram, Masjid Al-Aqsha, dan
masjidku”[32].
Ibnu Hajar
al-Asqalany asy-Syafi’I[33]
berkata:” “Yang dimaksud dengan (وَلاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ) adalah larangan melakukan perjalanan jauh
menuju selainnya (tiga masjid itu). Ath-Thibi berkata: ‘Larangan dengan kata ini lebih tegas
dari hanya kata larangan semata,seolah-olah dikatakan sangat tidak pantas
melakukan ziarah keselain tempat-tempat ini”[34].
Dalam riwayat lain Rasulullah bersabda:
إنما
يسافر إلى ثلاثة مساجد: مسجد الكعبة ومسجدي ومسجد إيلياء
“Melakukan perjalanan jauh itu hanya menuju tiga masjid:Masjidil
Haram,Masjid saya (Masjid Nabawy),dan Masjid Iliya’ (Masjidul Aqsha)”[35].
“Hadits telah disepakati oleh
para ulama kaum muslimin akan keshahihannya,dan mereka sepakat bahwa larangan
ini mencakup safar (bepergian) untuk ziarah kubur”[36].Maka
barangsiapa yang meyakini bahwa melakukan perjalanan jauh untuk menziarahi
kubur para wali dan orang-orang shalih merupakan sarana taqarrub,ibadah dan
ketaatan,maka dia telah menyelisihi ijma’,dan apabila dia melakukan perjalanan
jauh ini dengan meyakini bahwa itu adalah ketaatan maka ini adalah perbuatan
haram berdasarkan ijma kaum muslimin”[37].
“Adapun melakukan perjalanan jauh
bukan untuk ziarah kubur maka hal ini telah jelas kebolehannya dengan
hadits-hadits shahih,dan memang terjadi di zaman Nabi dan dibiarkan oleh
Nabi,maka tidak ada alasan untuk melarangnya,berbeda dengan melakukan
perjalanan itu untuk ziarah kubur,maka ini tidak pernah dilakukan di zaman
beliau dan tidak ada seorangpun sahabat yang melakukannya lalu dibiarkan oleh
Nabi,beliaupun tidak pernah memberi isyarat dalam satu haditspun untuk
melakukan dan mengamalkan hal ini,tidak pernah pula beliau mensyari’atkan hal
ini baik dengan perkataan maupun perbuatan beliau”[38].Wallohu
a’lam.
[1]
Beliau adalah Isma’il bin Umar bin Katsir ad-Dimasqy asy-Syafi’I, di antara
guru beliau adalah Burhanuddin al-Fazary asy-Syafi’I, Kamaluddin bin Qadi
Syuhbah asy-Syafi’I, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan al-Mizzy,lihat Thabaqat
Ibn Qady Syuhbah 3/237/238.
[2]
Al-Bidayah wan Nihayah 5/703
[3]
Beliau adalah Ali bin Muhammad bin Sa’id bin Abdillah as-Suwaidy as-Syafi’I,
kitab beliau al-Iqduts Tsamin Fi Bayan Masa’ilid Din sangat terkenal,beliau
menjelaskan sebab utama beliau menyusun kitab ini yaitu fenomena campur
adauknya kitab-kitab aqidah dengan ilmu kalam dan filsafat,sehingga beliau
ingin menjelaskan aqidah dengan penjelasan yang jelas dan gambling tanpa
dikontaminasi filsafat dan ilmu kalam,lihat Jala’ul Ainain hlm.29,al-A’lam oleh
az-Zirikly 5/17.
[4]
Al-Iqdus Tsamin hlm.175-176.
[5]
Meninggikan maksudnya mengambilkan tanah dari tempat lain untuk meninggikannya.
[6]
HR.Muslim no.970,yang berada dalam kurung merupakan tambahan dalam riwayat Abu
Dawud,an-Nasa’I,at-Tirmidzy,al-Hakim serta al-Baihaqy dengan sanad yang
shahih,lihat:Ahkamul Jana’iz hlm.260.
[7]
HR.Muslim no.969.
[8]
Al-Umm 1/277,Maktabatul Qulliyat
al-Azhariyyah Mesir,ditashih Muhammad an-Najjar,cet.I,1381 H/1961 M.
[9]
Al-Majmu’ oleh Imam an-Nawawy,5/266,cet.Maktabatul Irsyad,Jeddah,KSA.
[10]
Beliau adalah al-Allamah Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf an-Nawawy as-Syafi’I,
beliau memiliki guru yang sangat banyak, Allah memberi keberkahan pada umurnya
yang terbilang pendek namun mampu menyelesaikan kitab-kitab berharga yang
beliau susun di antaranya:Syarah Shahih Muslim,al-Majmu,Tahdzibul Asma’ wal
Lughat,Riadhus Shalihin,al-Adzkar dll,lihat Thabaqat Ibn Katsir 2/909-913,Thabaqat
as-Subky 5/395-400,Thabaqat Ibnu Qadi Syuhbah 3/9-13.
[11]
Syarah Shahih Muslim 7/40-41 oleh Imam an-Nawawy,tahqiq Khalil Ma’mun,Darul
Ma’arif ,Beirut cet.X,1425 H.
[12]
Raudhatut Thalibin 1/652,cet.2003 M/1423 H, Dar Aalamil Kutub.
[13]
Beliau adalah Muhammad bin Ali bin Abdullah asy-Syaukani as-Shanani pakar
hadits negeri Yaman di zamannya,memilki kitab-kitab berharga dan bagus
seperti Nailul Authar,as-Sailul Jarrar
dll,lihat biografi beliau di Muqaddimah Nailul Authar 8-13,al-Badrut Thali’.
[14]
Syarhus Sudhur Fi Tahrim Raf’il Qubuur hlm.20.
[15]
HR.Muslim no.972,dan telah datang pula riwayat-riwayat shahih yang melarang
shalat di antara kuburan walaupun tidak menghadap kuburan itu,lihat Ahkamul
Jana’iz hlm.270.
[16]
HR.Muslim no.532.
[17]
Muttafaq Alaih,Bukhari no.1341,Muslim no.528.
[18]
Al-Umm 1/278.
[19]
Syarah Shahih Muslim 5/13-14.
[20]
Beliau adalah Ahmad bin Muhammad bin Muhammad al-Haitamy as-Syafi’I, menuntut
ilmu di Univ.al-Azhar Mesir lalu bermukim di Makkah, memiliki kitab-kitab yang
banyak seperti az-Zawjir,al-I’lam dll meninggal tahun 974 H,lihat Syadzaratuz
Dzahab Ibnul Imad 8/370.
[21]
Ini juga merupakan salah satu sarana kesyirikan yang sering diingatkan oleh
para ulama walaupun tidak ada hadits yang shahih yang khusus melarang akan hal
ini akan tetapi cukuplah larangan bertasyabbuh dengan orang Yahudi dan Nasrani
serta larangan menghambur-hamburkan harta benda dalam hal yang tidak bermanfaat
juga larangan membuat hal-hal baru dalam agama ini sebagai dalil akan haramnya
memasang lampu-lampu di kuburan ini,lihat: ad-Dha’ifah I/393.
[22]
Az-Zawajir an Iqtirafil Kaba’ir 1/195.
[23]
Karena Rasulullah bersabda yang artinya:”Sesungguhnya air zam zam adalah air
yang diberkahi,air tersebut adalah air yang mengenyangkan”.(Muslim.no.4520)
[24]
Karena beliau bersabda yang artinya:”Penjual dan pembeli masing-masing memiliki
hak khiyar (melanjutkan/membatalkannya) selama keduanya belum berpisah, jika
keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam
jual beli itu, namun jika keduanya dusta dan menutupi, maka keberkahan akan
hilang”.(Muttafaq Alaih,Bukhari.no.2079,Muslim.no.1532).
[25]
Karena Rasulullah bersabda yang artinya:”Makan sahurlah kalian karena pada
makan sahur itu ada berkah”.(Muttafaq Alaih,Bukhari :1923,Muslim:1095).
[26]
Karena Rasulullah bersabda:”Ya Allah,berkahilah ummatku di waktu paginya”.(Abu
Dawud.no.2606 dan yang lainnya serta
dishahihkan oleh al-Albany)
[27]
Bukhari no.3579.
[28]
HR.Ahmad , at-Tirmidzy dishahihkan al-Albany dalam Shahih at-Tirmidzy no.1771.
[29]
Beliau adalah al-Husain bin Muhammad bin Hulaim asy-Syafi’I, tokoh syafi’iyyah
di negeri Bukhara,Samarkand dan sekitarnya,beliau adalah gurunya imam al-Hakim
walaupun al-Hakim lebih tua dari beliau,kitab beliau yang paling terkenal
adalah al-Minhaj fi Syu’abil Iman,lebih lanjut tentang biografi beliau
lihat:Thabaqat asy-Syafi’iyyah oleh as-Subky
4/333-343.
[30]
Al-Minhaj Fi Syu’abil Iman 2/457.
[31]
Al-Majmu 8/275.
[32]
HR.Bukhari no.1189,Muslim no.1397.
[33]
Beliau adalah al-Hafidz Abul Fadhl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Hajar
al-Asqalany,serius menuntut ilmu hadits lalu menyusun kitab-kitab tentang
hadits yang menjadi referensi penting dalam disiplin ilmu hadits,menjadi hakim
tertinggi syafi’iyyah di Mesir,di antara kitab beliau yang sangat
berharga:Fathul Baary,Tahdzibut Thdzib dll,lihat biografi beliau dalam Raf’ul
Ishr 1/85,Syadzaratuz Dzahab Ibnul Imad 7/270-273.
[34]
Fathul Baary 3/64.
[35]
HR.Muslim no.3386.
[36]
Ar-Radd alal Ikhna’I oleh Syaikh Ahmad bin Abdul Halim al-Harrany hlm.394.
[37]
Majmu’ Fatawa Syaikh Ahmad bin Abdul Halim 27/188.
[38]
As-Siraajul Wahhaj oleh Shiddiq Hasan Khan 5/113.
0 Response to "Beberapa Sarana (Wasilah) Kesyirikan Menurut Mazhab Imam Syafi'i"
Posting Komentar
Pertanyaan dan komentar, akan kami balas secepatnya-insyaallah-.