Terkait
dengan perintah agama Islam yang agung ini dalam membina dan membangun keluarga
sakinah dan tentram Allah-subhanahu wa ta’ala-berfirman:
وَلَهُنَّ
مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِ
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang
dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf”.(al-Baqarah:288).
Syaikh
as-Sa’dy berkata dalam menjelaskan ayat ini:”Dan istri mempunyai hak-hak yang
harus dipenuhi oleh suami seimbang dengan kewajiban-kewajiabn yang harus dia
penuhi terhadap suaminya, adapun yang menjadi patokan hak dan kewajiban itu
adalah kepada al-Ma’ruf
(sebagaimana dalam ayat tadi) , dan yang dimaksud dengan al-Ma’ruf
adalah:adat serta kebiasaan yang berlaku
negeri yang bersangkutan, hak serta kewajiban yang dibebankan kepada perempuan
di negeri itu, dan tentu saja hal ini berbeda dari satu negeri dengan negeri
yang lain, dari satu zaman dengan zaman yang lain, juga tergantung kondisi,
perbedaan individu, serta adat yang ada, dalam ayat ini terdapat dalil tentang
semua yang berkaitan dengan nafkah, pakaian, pergaulan, tempat tinggal dan hal
yang berkaitan dengan jima’, semua itu dikembalikan kepada adat kebiasaan di
masing-masing negeri, ini adalah konsekwensi dari akad nikah secara umum, adapun
jika diajukan syarat tertentu maka harus juga dipenuhi, kecuali syarat yang
menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal (maka tidak boleh
dipenuhi)”[1].
Berdandan
Bukan Monopoli Kewajiban Istri
Ibnu
Abbas berkata:”Saya suka berdandan untuk istri saya sebagaimana istri juga
berdandan untuk saya, karena Allah berfirman:
وَلَهُنَّ
مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِ
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang
dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf”.(al-Baqarah:288)[2].
Dari
Mu’awiyah bin Haidah dia berkata:”Ada seorang laki-laki bertanya kepada
Rasulullah dengan mengatakan:
مَا
حَقُّ الْمَرْأَةِ عَلىَ الزَّوْجِ؟ قَالَ: تُطْعِمُهَا إِذَا طَعِمْتَ , وَتَكْسُوْهَا
إِذَا اكْتَسَيْتَ, وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ, وَلاَ تُقَبِّحْ , وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ
فِي الْبَيْتِ.
“Apa hak seorang istri kepada suaminya? Beliau
menjawab:”Engkau memberinya makan jika engkau makan, memberinya pakaian jika
engkau berpakaian, jangan memukul wajah, dan menjelek-jelekkan dan jangan
engkau meng-hajr (memboikot) kecuali di rumah”[3].
Apakah
wajib bagi seorang istri melayani suami dalam perkara-perkara yang merupakan
adat kebiasaan seperti menyiapkan makanan, merapikan rumah dan lain sebaginya?
Ibnu
Taimiyah menjawab pertanyaan ini, beliau berkata:”Para ulama berbeda pendapat,
apakah istri harus melayani suami dalam masalah membereskan kasur, menyiapkan
makanan dan minuman atau roti, menggiling (gandum), memberi makanan untuk
budak-budak atau bintang-binatang piaraannya? Ada ulama yang mengatakan istri
tidak wajib melayani (membantu) suami dalam hal-hal seperti itu, dan pendapat
ini adalah lemah, seperti lemahnya pendapat yang mengatakan:”Tidak wajib
menjima’ istri”, karena hal ini (baca: jima’) bukan termasuk hak istri terhadap
suami”…ada yang mengatakan-dan ini yang benar-:”Wajib bagi istri melayani suami
dalam masalah-masalah tersebut, karena sang suami adalah tuan bagi istrinya dan
istri juga adalah laksana tawanan bagi suminya sebagaimana dalam sunnah
Rasulullah, dan seorang tawanan wajib melayani, dan ini juga yang menjadi adat
kebiasaan (di hamper semua negeri), lalu ada yang mengatakan:”Melayani itu
dengan pelayanan yang banyak atau sedikit”? kemudian ada yang mengatakan:” Dia
wajib melayani dengan al-Ma’ruf” dan inilah pendapat yang benar, sang
istri wajib melayani suami dengan pelayanan yang biasa dilakukan oleh perempuan
negerinya terhadap suaminya, dan ini berbeda dari satu tempat ke tempat
lainnya, pelayanan orang badwi (kampung) berebeda dengan yang berada di kota,
pelayanan orang yang di kota berbeda dengan pelayanan perempuan yang lemah”[4].
Abu Zaid , Mataram , 19
Jumada as-Tsaniyah 1434 H.
0 Response to "Mempergauli dan Memperlakukan Istri dengan Baik"
Posting Komentar
Pertanyaan dan komentar, akan kami balas secepatnya-insyaallah-.