Sikap Seorang Mukmin Terhadap Meninggalnya Tokoh Kesesatan dan Ahli Bid'ah

Sesungguhnya seorang muslim hakiki, sebagaimana mereka bersedih dengan meninggalnya para ulama ahlus sunnah dan para du’at kepada Allah, mereka hendakya bergembira dengan meninggalnya ahli bid’ah dan pengusung kesesatan, apalagi kalau ahli bid’ah itu adalah merupakan tokoh, syi’ar dan symbol kesesatan. Dengan wafatnya mereka berarti manusia telah telah aman dari perilaku serta perbuatan sesat dan bid’ahnya, mengenai hal ini Rasulullah bersabda:


اَلْعَبْدُ الْمُؤْمِنِ يَسْتَرِيْحُ مِنْ نَصَبِ الدُّنْيَا وَالْعَبْدُ الْفَاجِرُ يَسْتَرِيْحُ مِنْهُ الْعِبَادُ وَالْبِلاَدُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُ.
“Hamba yang beriman (jika meninggal) dia akan beristirahat dari lelahnya (menjalani) kehidupan dunia adapun manusia yang fajir (jika meninggal) maka manusia, negeri-negeri, pepohonan serta binatang-binatang akan aman dari kejahatannya”[1].
Maka layaklah seorang muslim bergembira dengan meninggalnya seorang yang telah banyak merusak dan menyesatkan manusia.

Kutipan Sikap Salaf dalam Masalah Ini
Sikap ulama salaf yang mereka tunjukkan apabila datang kabar berita meninggalnya symbol kesesatan, tokoh ahli bid’ah bisa kita baca dalam banyak kitab-kitab mereka, di antaranya:
Ketika datang berita meninggalnya al-Marisi dan Bisyr Ibnul Haris dikatakan:

لَوْلاَ أَنَّهُ كَانَ مَوْضِعَ شُهْرَةٍ, لَكَانَ مَوْضِعَ شُكْرٍ وَسُجُوْدٍ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَاتَهُ،...
“Seandainya kabar ini tidak masyhur, maka lebih pantas bagi kita untuk mensyukuri dan melakukan sujud (syukur), al-Hamdulillah (segala puji bagi Allah) yang telah mematikannya…”[2].
Dikatakan kepada Imam Ahmad:

اَلرَّجُلُ يَفْرَحُ بِمَا يَنْزِلُ بِأَصْحَابِ ابْنِ أَبِيْ دُؤَادٍ، عَلَيْهِ فِيْ ذَلِكَ إِثْمٌ؟ قَالَ: وَمَنْ لَا يَفْرَحُ بِهَذَا؟
“Ada orang yang senang dengan musibah yang menimpa para sahabat Ibnu Abi Du’ad, apakah orang tersebut berdosa?
Beliau menjawab:”Siapa yang tidak layak senang dengan musibah yang menimpa mereka?!!”[3]. 
Salamah bin Syabib berkata:



كُنْتُ عِنْدَ عَبْدِ الرَّزَّاقِ -يَعْنِي الصَّنْعَانِيْ-، فَجَاءَنَا مَوْتُ عَبْدِ الْمَجِيْدِ، فَقَالَ: اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ أَرَاحَ أُمَّةَ مُحَمَّدٍ مِنْ عَبْدِ الْمَجِيْدِ
“Suatu hari aku bersama Abdur Razzak as-Shan’ani, lalu sampailah kepada kami berita meninggalnya Abdul Majid, Lalu Abdur Razzak berkata:”Segala puji bagi Allah yang telah menyamankan ummat Muhammad dari Abdul Majid”[4].
Sedangkan Abdul Majid ini adalah seorang pemimpin dan tokoh firqah murji’ah.
Ketika datang berita kematian Wahb al-Qurasy –dia adalah tokoh dan penyeru kesesatan- kepada Abdur Rahman bin Mahdy, beliau berkata:”Segala puji bagi Allah yang yang telah menyamankan kaum muslimin dari (kesesatan) nya”[5].
Al-Hafidz Ibnu Hajar berkomentar tentang meninggalnya salah seorang tokoh kesesatan di zaman beliau:

أَرَاحَ اللهُ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْهُ فِيْ هَذِهِ السَّنَةِ فِيْ ذِي الْحِجَّةِ مِنْهَا، وَدُفِنَ بِدَارِهِ، ثُمَّ نُقِلَ إِلىَ مَقَابِرِ قُرَيْشٍ, فَلِلَّهِ الْحَمْدُ وَالْمِنَّةُ، وَحِيْنَ مَاتَ فَرِحَ أَهْلُ السُّنَّةِ بِمَوْتِهِ فَرَحاً شَدِيْداً، وَأَظْهَرُوا الشُّكْرَ لِلَّهِ، فَلاَ تَجِدُ أَحَداً مِنْهُمْ إِلَّا يَحْمَدُ اللهَ.
“Allah telah membuat kaum muslimin nyaman dengan kematiannya pada tahun ini tepatnya di bulan Dzul Hijjah, dia dimakamkan di rumahnya lalu dipindah ke pekuburan Quraisy, maka segala puji bagi Allah atas segala nikmat, ketika dia meninggal ahlus sunnah begitu bergembira dengan kematiannya itu, mereka menampakkan rasa syukur mereka kepada Allah, engkau tidak akan bertemu dengan seorangpun melainkan dalam keadaan mengucap “Alhamdulillah”[6].
Begitulah sikap para ulama salaf dalam menyikapi meninggalnya seorang tokoh kesesatan dan ahli bid’ah.

Sikap Ibnu Taimiyah
Apa yang kami ketengahkan di atas bisa jadi –selintas- bertentangan dengan apa yang dikutip oleh Ibnul Qayyim dalam kitab “Madarijus Salikin” mengenai sikap guru beliau Ibnu Taimiyah ketika sampai kepada beliau berita kematian musuhnya:”Pada suatu hari aku datang kepada beliau memberi beliau kabar gembira tentang meninggalnya salah seorang musuh bebuyutan serta orang yang paling sering menyakiti beliau, lantas beliaupun membentak dan marah kepada saya serya beliau mengucap istirja’, lantas beliaupun lekas berdiri pergi menuju keluarga musuh beliau yang meninggal itu dan menghibur mereka sembari mengatakan:”Saya yang akan menggantikan posisi bapak kalian…”[7].
Namun bagi yang merenungkan apa yang dibawakan Ibnul Qoyyim ini dengan seksama dia tidak akan menemukan pertentangan antara hal ini dengan apa yang kami bawakan sebelumnya, karena dalam kisa Ibnul Qoyyim ini, beliau (Ibnu Taimiyyah) tidak ingin membalas dendam untuk melampiaskan kemarahan pribadi beliau, sang murid datang memberi kabar gembira dengan kematian orang itu karena dia adalah salah seorang musuh bebuyutan beliau, yang seharusnya dilakukan sang murid adalah memberi kabar gembira kepada beliau dengan kematian orang tersebut disebabkan karena dia semasa hidupnya adalah tokoh serta pemimpin kesesatan dan ahli bid’ah.
Diterjemahkan oleh admin dari artikel syaikh Alwi as-Saqqaf berjudul “Al Mawqifus Syar’I was Shahih min Mauti Ahlil Bida’ wad Dhalal –Matsalan al-Buthi” (Sikap yang benar dan Syar’I terhadap meninggalnya Ahlul Bid’ah dan Tokoh kesesatan, Contohnya al-Buthy-Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthy) www.dorar.net.


[1] Muslim no.950.
[2] Tarikh Baghdad  7/66, Lisanul Mizan 2/308.
[3] As-Sunnah oleh al-Khallal  5/121.
[4] Siar A’lamin Nubala 9/435.
[5] Lisanul Miizan  8/402.
[6] Al-Bidayah 12/338.
[7] Lihat Madarijus Salikin 2/345.

1 Response to "Sikap Seorang Mukmin Terhadap Meninggalnya Tokoh Kesesatan dan Ahli Bid'ah"

Anonim mengatakan...

Hendaknya kita dalam bersikap kembali merujuk kepada hadits-hadits Rasululullah SAW. bukan kepada selainnya sekalipun itu sahabat Nabi apalagi hadits dari tabi'in atau pengikut tabi'in. dan seterusnya. Posisi para sahabat hanya menyampaikan hadits Nabi. jika amaliah para sahabat dijadikan pedoman maka tidak ubahnya kita akan sama dengan mereka-mereka yang suka beramaliah berdasarkan ra'yu/pendapat/hasil musyawarah/filsafat(pemikiran cerdik) selain nabi yang sering dijadikan dalil bagi mereka yang membolehkan bid'ah.

Posting Komentar

Pertanyaan dan komentar, akan kami balas secepatnya-insyaallah-.