Kekeliruan-kekeliruan Kitab Berzanji ( Bag.I )

Kitab Iqdul Jawhar fi Maulidin Nabi al-Azhar (Untaian Mutiara untuk Lahirnya Nabi yang Mulia) yang lebih akrab dengan sebutan al-Barzanji atau Berzanji begitu populer di seantro nusantara, tak heran jika kitab al-Barzanji ini selalu dibaca dan diperhatikan bahkan melebihi perhatian dan pengagunga
n mereka terhadap al-Qur’an-Allahul musta’an-.
Sekilas tentang Penyusun al-Barzanji
Penyusun kitab al-Barzanji adalah Ja’far bin Hasan al-Barzanji seorang ulama syafi’iyyah meninggal di Madinah tahun 1177 H, sebagai penganut tasawuf bermazhab syi’ah, Ja’far al-Barzanji sangat mengkultuskan keturunan serta keluarga Nabi-shallallahu alaihi wasallam-, hal ini dibuktikan dalam do’anya: “Dan berilah taufiq kepada orang yang Engkau ridhai pada setiap keadaan bagi para pemimpin dari keturunan az-Zahra yang tinggal di bumi Nu’man.”[1]

Kekeliruan-keliruan pada Kitab al-Barzanji
1-Nur (Cahaya) Nabi Muhammad-shallallahu alaihi wasallam-
Al-Barzanji berkata di halaman 29[2]:


وَمَا زَالَ نُوْرُ الْمُصْطَفىَ مُتَنَقِّلاً  #  مِنَ الطَّيِّبِ الْأَتْقىَ لِطَاهِرِ أَرْدَانِ


“Dan Nur Muhammad-shallallahu alaihi wasallam- itu tarsus-menerus berpindah  #  dari manusia yang mulia dan bertakwa kepada manusia yang suci”.
Di antara keyakinan orang sufi yang menyusup ke tengah-tengah kaum muslimin adalah keyakinan bahwasanya nabi Muhammad-shallallahu alaihi wasallam- diciptakan dari cahaya Allah, lalu alam semesta ini diciptakan dari nur (cahaya) Muhammad-shallallahu alaihi wasallam-, keyakinan ini bertentangan dengan nash-nash al-Qur’an yang berkaitan dengan maslah ini, di antaranya Allah berfirman:


قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوْحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ


“Katakanlah:”Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kalian itu adalah Tuhan Yang Esa”.(QS:al-Kahfi:110).
Dan tidak ada dalil shahih yang menunjukkan bahwa Nabi-shallallahu alaihi wasallam-keluar dari realita ini, yaitu bahwasanya beliau-shallallahu alaihi wasallam- adalah manusia keturunan Nabi Adam yang Allah ciptakan dari tanah, Allah berfirman:


إِنَّ مَثَلَ عِيْسَى عِنْدَ اللهِ كَمَثَلِ آدَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ


“Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah”.(QS:Ali Imran:59).
Keyakinan diciptakannya Nabi-shallallahu alihi wasallam-dari cahaya Allah lalu alam semesta diciptakan dari cahaya beliau, didasarkan pada hadits-hadits dha’if dan bathil, di antaranya, hadits Jabir-radiallahu anhu-, bahwasanya Jabir berkata:


قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَخْبِرْنِي عَنْ أَوَّلِ شَيْءٍ خَلَقَهُ اللهُ تَعَالى قَبْلَ الْأَشْيَاءِ؟ قَالَ: يَا جَابِر إِنَّ اللهَ تَعَالى خَلَقَ قَبْلَ الْأَشْيَاءِ نُوْرَ نَبِيِّكَ مِنْ نُوْرِهِ... فَلَمَّا أَرَادَ اللهُ أَنْ يَخْلُقَ الْخَلْقَ، قَسَمَ ذلِكَ النُّوْرَ أَرْبَعَةَ أَجْزَاءٍ: فَخَلَقَ مِنَ الْأَوَّلِ الْقَلَمَ، وَمِنَ الثَّانِي اللَّوْحَ، وَمِنَ الثَّالِثِ الْعَرْشَ، ثُمَّ قَسَمَ الرَّابِعَ أَرْبَعَةَ أَجْزَاءٍ: فَخَلَقَ مِنَ الْأَوَّلِ السَّموَاتِ... وَكَانَ يَنْتَقِلُ مِنْ طَاهِرٍ إِلَى طَيِّبٍ ، وَمِنْ طَيِّبٍ إِلَى طَاهِرٍ إِلَى أَنْ أَوْصَلَهُ اللهُ صُلْبَ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ، وَمِنْهُ إِلَى رَحِمِ أُمِّي آمِنَة بِنْتِ وَهَب، ثًمَّ أَخْرَجَنِي إِلَى الدُّنْيَا فَجَعَلَنِي سَيِّدَ الْمُرْسَلِيْنَ ... هكَذا كَانَ بَدْءُ خَلْقِ نَبِيِّكَ يَاجَابِر


“Aku berkata: Wahai Rasulullah-shallallahu alaihi wasallam-, beritahulah aku makhluk pertama yang diciptakan Allah-ta’ala-sebelum menciptakan segala sesuatu? Beliau-shallallahu alaihi wasallam- menjawab: “Wahai Jabir, sesungguhnya Allah menciptakan nur nabimu dari nur-Nya…lalu ketika Allah ingin menciptakan makhluk, Dia membagi nur itu menjadi empat bagian: Dari nur pertama Allah menciptakan Qalam (pena), dari nur yang kedua Allah menciptakan lauhul mahfudz, dari yang ketiga Allah menciptakan Arasy, lalu Allah membagi bagian yang keempat menjadi empat bagian: Dari bagian pertama Allah menciptakan langit…nur itu terus berpindah dari manusia yang suci kepada manusia yang mulia, dari yang mulia kepada yang suci, sampai Allah menyampaikannya ke sulbi Abdullah bin Abdul Muttalib lantas berpindah ke rahim ibundaku Aminah binti Wahb, kemudian Allah mengeluarkanku ke dunia dan menjadikanku penghulu para nabi…begitulah awal mula penciptaan nabimu wahai Jabir”.
As-Suyuti berkata tentang hadits ini:”Hadits yang disebutkan pada pertanyaan adalah hadits yang tidak mempunyai sanad yang bisa dijadikan sandaran”[3]. Begitu juga Syaikh Rasyid Ridha mengatakan tentangnya bahwa hadits ini tidak mempunyai asal usul[4].[5]
Syaikh al-Albani setelah membawakan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (no.2996) tentang diciptakannya mala’ikat dari cahaya, diciptakannya Iblis dari api dan diciptakannya Adam dari tanah, beliau mengatakan:”Hadits ini menunjukkan kepalsuan hadits yang terkenal di tengah-tengah masyarakat: “Makhluk pertama yang diciptakan Allah adalah nur nabimu wahai Jabir…”, dan hadits yang sejenis dengannya yang menyebutkan bahwa Nabi-shallallahu alaihi wasallam- diciptakan dari cahaya, hadits ini (maksud beliau hadits Muslim di atas) adalah dalil yang jelas bahwasanya hanya mala’ikat yang diciptakan dari cahaya, bukan Nabi Adam dan keturunan beliau”.[6]
2-Ayah dan Ibunda Nabi-shallallahu alaihi wasallam-
Di halaman 129 dikatakan:


وَقَدْ أَصْبَحَا وَاللهِ مِنْ أَهْلِ إِيْمَانِ  #  وَجَاءَ لِهَذَا فِي الْحَدِيْثِ شَوَاهِدُ


“Dan sungguh mereka berdua-demi Allah-termasuk orang-orang yang beriman  #  Dan telah datang hadits yang menguatkan dalam masalah ini.”
Pendapat yang benar bahwasanya ayah dan ibunda beliau termasuk ahlul kufri sebagaimana ditunjukkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:


عَنْ أَنَسٍ-رضي الله عنه-, أَنَّ رَجُلاً قَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ أَيْنَ أَبِيْ؟ قَالَ: فِي النَّارِ. فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ: إِنَّ أَبِيْ وَأَبَاكَ فِي النَّارِ

 
“Dari Anas-radiallahu anhu-, bahwasanya ada seorang laki-laki berkata:”Wahai Rasulullah-shallallahu alaihi wasallam-, di mana bapakku? Beliau menjawab:”Di dalam neraka”, lalu ketika orang itu berpaling, Rasulullah-shallallahu alaihi wasallam- memanggilnya, lantas beliau bersabda:”Sesungguhnya bapakku dan bapakmu di neraka.”[7]
Imam an-Nawawi-rahimahullah-berkata:


فِيْهِ أَنَّ مَنْ مَاتَ عَلىَ الْكُفْرِ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ وَلاَ تَنْفَعُهُ قَرَابَةُ الْمُقَرَّبِيْنَ. وَفِيْهِ أَنَّ مَنْ مَاتَ فِي الْفَتْرَةِ عَلىَ مَا كَانَتْ عَلَيْهِ الْعَرَبُ مِنْ عِبَادَةِ الْأَوْثَانِ فَهُوَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ. وَلَيْسَ هَذَا مُؤَاخَذَةً قَبْلَ بُلُوْغِ الدَّعْوَةِ، فَإِنَّ هَؤُلاَءِ كَانَتْ قَدْ بَلَغَتْهُمْ دَعْوَةُ إِبْرَاهِيْمَ وَغَيْرِهِ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ –صَلَوَاتُ اللهِ تَعَالى وَسَلَامُهُ عَلَيْهِمْ-


“Dalam hadits ini ada faidah bahwasanya barangsiapa yang meninggal di atas kekafiran maka dia termasuk penduduk neraka, dan tali kekerabatan tidak bermanfaat baginya. Di sini juga ada fa’idah bahwasanya barangsiapa yang meninggal pada masa fatrah di atas apa yang dilakukan oleh bangsa Arab berupa menyembah berhala maka ia termasuk penduduk neraka. Dan ini sama sekali tidak termasuk menyiksa seseorang sebelum sampainya dakwah kepadanya, karena telah sampai ke mereka itu dakwahnya nabi Ibrahim dan selain beliau-shalawatullahi ta’ala wa salamuhu alaih-.”[8]
Dalam “Dala’il an-Nubuwwah”, Imam al-Baihaqi-rahimahullah-berkata:


وَكَيْفَ لاَ يَكُوْنُ أَبَوَاهُ وَجَدُّهُ -عليه الصلاة والسلام- بِهَذِهِ الصِّفَةِ فِي الْآخِرَةِ وَقَدْ كَانُوْا يَعْبُدُوْنَ الْوَثَنَ ، حَتَّى مَاتُوْا وَلَمْ يَدِيْنُوْا دِيْنَ عِيْسَى بْنِ مَرْيَمَ-عليه السلام-, وَكُفْرُهُمْ لاَ يَقْدَحُ فِيْ نَسَبِهِ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ لِاَنَّ اَنْكِحَةَ الْكُفَّارِ صَحِيْحَةٌ, أَلاَ تَرَاهُمْ يُسْلِمُوْنَ مَعَ زَوْجَاتِهِمْ فَلاَ يَلْزَمُهُمْ تَجْدِيْدُ الْعَقْدِ وَلاَ مُفَارَقَتُهُنَّ


“Bagaimana tidak kedua orang tua dan kakek beliau seperti ini di akhirat padahal dahulu mereka menyembah berhala, sampai mereka meninggal dan tidak memeluk agamanya Nabi Isa-alaihis salam-, kekufuran mereka tidak mengotori garis keturunan beliau-shallallahu alaihi wasallam-, karena pernikahan orang kafir adalah sah, tidakkah kita memperhatikan mereka itu masuk islam bersama istri-istri mereka namun tidak diharuskan melakukan akad baru dan tidak pula harus mencerai mereka.”[9]  


عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- :اِسْتَأْذَنْتُ رَبِّيْ أَنْ أَسْتَغْفِرَ لِأُمِّيْ فَلَمْ يَأْذَنْ لِيْ وَاسْتَأْذَنْتُهُ أَنْ أَزُوْرَ قَبْرَهَا فَأَذِنَ لِيْ


“Dari Abu Hurairah dia berkata:”Rasulullah-shallallahu alaihi wasallam-bersabda:”Aku meminta izin kepada tuhanku untuk memintakan ampun bagi ibuku, tapi aku tidak diberi izin, dan aku meminta izin untuk menziarahi kuburannya maka akupun diizinkan.”[10]
Imam an-Nawawi-rahimahullah-dalam mensyarah hadits ini berkata:”Di dalam hadits ini ada fa’idah bahwa dilarang memintakan ampun bagi orang kafir.”


[1] Majmu’atul Mawalid hlm.132.
[2] Kitab “Maulidul Barzanji” cet-1, penerbit:Idaratus Shahah al-Khazraji, Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
[3] Al-Haawi lil Fatawa 1/323, tentang kepalsuan hadits ini as-Syaikh Ahmad Abdul Qadir as-Syinqiti menyusun sebuah kutaib berjudul”Tanbihul Huzdzak ala Buthlan Maa Sya’a bainal Anaam min Hadits an-Nuur al-Mansuub li Mushannaf Abdur Razzak” dan diberi Muqaddimah oleh al-Allamah Syaikh Abdul Aziz Bin Baz-rahimahullah-, Beliau (Syaikh Abdul Aziz bin Baz) berkata dalam muqaddimah kutaib tersebut:” Nabi-shallallahu alaihi wasallam-tidak butuh dengan dalil palsu seperti ini, cukuplah dalil-dalil (shahih) yang pasti, bukti-bukti nayata serta mukjizat-mukjizat beliau yang luar biasa sebagai bukti kenabian dan kerasulan beliau, dan beliau tidak butuh hadits palsu seperti ini untuk mengungkapkan kelebihan-kelebihan beliau, sifat-sifat mulia beliau serta akhlak tinggi yang beliau miliki (cukuplah dalil-dalil shahih dari al-Qur’an dan Sunnah)”.
[4] Fatawa Syaikh Rasyid Ridha 2/447. Al-Lajnah ad-Da’imah (Komisi Fatwa KSA) ditanya tentang sebuah sekte yang meyakini bahwa Nabi-shallallahu alaihi wasallam-tidak mempunyai bayangan, mereka berdalil dengan sebuah hadits, sekte ini mengatakan bahwa inilah yang menunjukkan bahwa Nabi-shallallahu alaihi wasallam-bukan manusia seperti kita”.
Al-Lajnah ad-Da’imah menjawab:”Pernyataan ini adalah batil, bertentangan dengan nash al-Qur’an dan Sunnah yang menunjukkan bahwa beliau adalah manusia yang tidak berbeda dengan kita, beliau juga mempunya bayangan seperti umumnya manusia, risalah (diangkatnya beliau sebagai nabi dan rasul) tidak mengeluarkan beliau dari tabi’at kemanusiaan beliau di mana beliau diciptakan dari seorang ayah dan ibu, Allah berfirman:
إنما أنا بشر مثلكم يوحى إلي
“Katakanlah:”Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia seperti kalian, yang diberi wahyu kepadaku”.(al-Kahfi:110).
Allah juga berfirman:
قالت لهم رسلهم إن نحن إلا بشر مثلكم
“Rasul-rasul mereka berkata kepada mereka:”Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu”.(Ibrahim:11)-(Fatwa al-Lajnah ad-Da’imah 1/464).
[5] Sebagian orang menyebutkan bahwa hadits ini dikeluarkan oleh Abdur Razzak dalam Mushannaf-nya (di antaranya oleh Ibnu Arabi dalam “al-Futuhat al-Makkiyah” 1/119) namun para ulama mengatakan: “penisbatan ini tidaklah benar”.
[6] Silsilah al-Ahadits as-Shahihah no.458.
[7] HR.Muslim no.203, al-Baihaqi “Dala’il an-Nubuwwah” no.104, “as-Sunan al-Qubra” 7/190
[8] Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim” (3/79).
[9]Dala’il an-Nubuwwah” (1/192).
[10] HR.Muslim no.976 disertai syarahnya.

0 Response to "Kekeliruan-kekeliruan Kitab Berzanji ( Bag.I )"

Posting Komentar

Pertanyaan dan komentar, akan kami balas secepatnya-insyaallah-.