Kisah Nabi dan Abu Bakr di Gua Tsaur Saat Hijrah, Shahihkah?

Satu lagi kisah populer berkaiatan dengan sirah nabawiyah yaitu kisah tentang hijrahnya Rasulullah-shallallahu alaihi wasallam-dari Makkah ke Madinah lalu beliau bersama Abu Bakr singgah di Gua Tsaur dan terjadilah peristiwa ini:


وَلَمَّا انْتَهَيَا إِلىَ الْغَارِ قَالَ أَبُوْ بَكْرٍ: وَاللهِ لاَ تَدْخُلْهُ حَتَّى أَدْخُلَهُ قَبْلَهُ, فَإِنْ كَانَ فِيْهِ شَيْئٌ أَصَابَنِيْ دُوْنَكَ, فَدَخَلَهُ فَكَسَحَهُ, وَوَجَدَ فِيْ جَانِبِهِ ثَقْبًا فَشَقَّ إِزَارَهُ وَسَدَّهَا بِهِ, وَبَقِيَ مِنْهَا اثْنَانِ فَأَلْقَمَهُمَا رِجْلَيْهِ, ثُمَّ قَالَ لِرَسُوْلِ اللهِ: اُدْخُلْ, فَدَخَلَ رَسُوْلُ اللهِ وَوَضَعَ رَأْسَهُ فِيْ حِجْرِهِ وَنَامَ, فَلُدِغَ أَبُوْ بَكْرٍفِيْ رِجْلِهِ مِنَ الْجُحْرِ, وَلَمْ يَتَحَرَّكْ مَخَافَةَ أَنْ يَنْتَبِهَ رَسُوْلُ اللهِ فَسَقَطَتْ دُمُوْعُهُ عَلىَ وَجْهِ رَسُوْلِ اللهِ-صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ: مَا لَكَ يَا أَبَا بَكْرٍ؟ قَالَ: لُدِغْتُ, فِدَاكَ أَبِيْ وَأُمِّيْ, فَتَفِلَ رَسُوْلُ اللهِ فَذَهَبَ مَا يَجِدُهُ.


“Ketika mereka berdua (Rasulullah dan Abu Bakr) sampai di gua, Abu Bakr berkata:”Demi Allah janganlah engkau memasukinya sampai saya terlebih dahulu memasukinya, apabila ada sesuatu yang sesuatu maka ia akan menimpa saya terlebih dahulu, maka Abu Bakrpun masuk dan menyapu gua itu, Abu Bakr menemukan lubang di sampingnya, lalu Abu Bakr memotong pakaiannya dan memakainya untuk menutupi lubang itu, maka yang tersisa hanya dua lubang, lantas dia menutupinya dengan kedua kakinya, lalu Abu Bakr berkata kepada Rasulullah:”Masuklah”, maka beliaupun masuk, lalu meletakkan kepala beliau di pangkuan Abu Bakr dan beliaupun tertidur, maka kaki Abu Bakrpun disengat oleh binatang yang berada di dalam lubang, namun tidak berani bergerak karena kuwatir Rasulullah terbangun, lantas air mata Abu Bakrpun berjatuhan ke wajah Rasulullah, lantas Rasulullah bertanya:”Ada apa wahai Abu Bakr?, dia menjawab:”Saya disengat, ayah dan ibuku sebagai tebusannya.” Maka Rasulullah (mengobati sakit oleh sengatan) dengan ludah beliau, dan serta-merta sakit yang Abu Bakr rasakan hilang.” 

Derajat Hadits:Maudhu’ (dibuat-buat)

Takhrij Hadits
Hadits ini dibawakan oleh al-Baihaqi dalam “Dala’il an-Nubuwwah” (2/476,477), al-Baihaqi berkata:

أخبرنا أبو الحسين علي بن محمد بن عبد الله بن بشران العدل ببغداد, قال: حدثنا أحمد بن سلمان النجار الفقيه إملاء قال: قرئ على يحيى بن جعفر وأنا أسمع, قال: أخبرنا عبد الرحمن بن إبراهيم الراسبي, قال: حدثني فرات بن السائب عن ميمون بن مهران عن ضبة بن محصن العنزي عن عمر بن الخطاب فذكر الحديث.

“Kami dikabari oleh Abul Husain Ali bin Muhammad bin Abdullah bin Bisyran al-Adl di Baghdad, dia berkata:”Kami diceritakan oleh Ahmad bin Salman an-Najjar al-Faqih dengan didiktekan, dia berkata:”Dibacaka kepada Yahya bin Ja’far dan saya mendengarkan, dia berkata:”Kami dikabari oleh Abdurrahman bin Ibrahim ar-Rasibi, dia berkata:”Saya diceritakan oleh Furat bin Sa’ib dari Maimun bin Mihran dari Dhabbah bin Mihsan dari Umar bin Khattab….(lalu disebutkanlah riwayat di atas).
Kisah ini juga dikeluarkan oleh at-Tibrizi dalam “Misykatul Mashabih” (3/1700, 6034), tahqiq Syaikh al-Albani.
Perawi yang Dikritisi dalam Kisah Ini
1.     Abdurrahman bin Ibrahim ar-Rasibi
Dibawakan oleh az-Dzahabi dalam “al-Mizan” (2/545) tarjamah (4804) kemudian dia berkata:

عبد الرحمن بن إبراهيم الراسبي عن مالك, أتى بخبر باطل طويل, وهو المتهم به, وأتى عن فرات بن السائب عن ميمون بن مهران عن ضبة بن محصن العنزي عن أبي موسى بقصة الغار وهو يشبه وضع الطرقية

“Abdurrahman bin Ibrahim ar-Rasibi dari Malik, dia membawakan riwayat bathil yang panjang, dia terindikasi (pendusta), dia membawakan riwayat dari Furat bin Sa’ib dari Maimun bin Mihran dari Dhabbah bin Mihsan al-Anzy dari Abu Musa yaitu tentang kisah Gua (Tsaur) yang kisah ini sepertinya kisah-kisah yang dibuat orang-orang tarekat.”
Apa yang dikatakan oleh az-Dzahabi tentang Abdurrahman ini dibenarkan oleh Ibnu Hajar (3/491) tarjamah (602/4953).
2.     Furat bin Sa’ib
Perawi ini disebutkan oleh az-Dzahabi dalam “al-Mizan” (3/341) tarjamah (6689), beliau berkata:

فرات بن السائب عن ميمون بن مهران: قال البخاري: منكر الحديث, وقال ابن معين: ليس بشيء, وقال الدارقطني: متروك.

“Furat bin Sa’ib dari Maimun bin Mihran: al-Bukhari berkata:”Haditsnya mungkar”, Ibnu Ma’in berkata:”Tidak ada apa-apanya”[1], ad-Daruqutny berkata:”Matruuk (ditinggalkan).”
Apa yang dikatakan Imam az-Dzahabi di atas dibenarkan oleh Ibnu Hajar dalam “Lisanul Miizan” (4/503,504) tarjamah (11/6522), lantas setelah itu beliau berujar:

وقال أبو حاتم الرازي: ضعيف الحديث, منكر الحديث, وقال الساجي: تركوه, وقال النسائي: متروك الحديث.

“Abu Hatim ar-Razi berkata:”Haditsnya dha’if, haditsnya mungkar.” As-Saji berkata:” “Mereka meninggalkannya.” An-Nasa’I berkata:” Haditsnya matruuk.”
Perkataan an-Nasai terkaiat Furat ini beliau ucapkan dalam kitab beliau “Adhu’afa wal Matrukiin” tarjamah (488), sedangkan Imam an-Nasai sangat berhati-hati jika mengucapkan/menyatakan seorang perawi itu matruuk, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar “Syarhun Nukhbah” (hlm.69):

كان مذهب النسائي أن لا يترك حديث الرجل حتى يجتمع الجميع على تركه.

“Mazhabnya an-Nasai, beliau tidak menyebutkan seorang perawi haditsnya matruuk (ditinggalkan) sampai semua ahli hadits terlebih dahulu mengatakannya.”
Adapun Imam al-Bukhari tidaklah mengatakan terhadap seorang perwai mungkarul hadits kecuali kepada perawi yang tidak halal meriwayatkan hadits darinya (sebagaimana yang dikatakan oleh as-Suyuti dalam “at-Tadriib” (349)):

البخاري يطلق منكر الحديث على من لا تحل الرواية عنه

“al-Bukhari menyatakan terhadap seorang perawi “Mungkarul hadits” kepada perawi yang tidak halal meriwayatkan darinya.”
Riwayat Shahih Peristiwa Gua Tsaur
Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahihnya dalam beberapa tempat di anataranya (Kitab”Fada’ilus Shahabah” “Manaqib Abu Bakr”) (62: 2,3653):

عن أبي بكر قال: قلت للنبي وأنا في الغار: لو أن أحدهم نظر تحت قدميه لأبصرنا, فقال: ما ظنك يا أبابكر اثنين الله ثالثهما؟

“Dari Abu Bakr dia berkata:”Aku berkata kepada Nabi-shallallahu alaihi wasallam-:”Seandainya salah seorang dari mereka melihat kedua kakinya, niscaya mereka akan melihat kita” , beliau lantas bersabda:”Wahai Abu Bakr! Apa pendapatmu tentang dua orang, ketiganya adalah Allah.”


[1] Ibnu Ma’in apabila mengatakan ungkapan seperti ini (tidak ada apa-apanya) maksudnya “perawi ini tidak tsiqah” , sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abi Hatim dalam al-Jarh wat Ta’dil (3/321) tarjamah (1439).
عن يحيى بن معين أنه قال: لا شيء-يعني ليس بثقة
“Dari Yahya bin Ma’in bahwa dia berkata:”La Syai’ (tidak ada apa-apanya)-maksudnya adalah “tidak tsiqah”.

0 Response to "Kisah Nabi dan Abu Bakr di Gua Tsaur Saat Hijrah, Shahihkah?"

Posting Komentar

Pertanyaan dan komentar, akan kami balas secepatnya-insyaallah-.