Cara
Duduk Tasyahhud Akhir Shalat Shubuh
Syaikh
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin pernah ditanya:”Apa hukum duduk tawarruk
dalam shalat? Apakah duduk tawarruk bersifat umum, baik bagi laki-laki maupun
wanita? Berikan penjelasan kepada kami!
Jawab:
Beliau-rahimahullah-berkata:”Duduk
tawarruk dalam shalat hukumnya sunnah, ketika tasyahhud akhir pada
setiap shalat yang memiliki dua tasyahhud, seperti shalat Maghrib, Isya’,
Zhuhur dan Ashar, adapun shalat yang hanya memiliki satu tasyahhud saja maka
tidak ada duduk tawarruk yang ada hanya duduk iftirasy saja, ini adalah jawaban
tentang hukum duduk tawarruk adapun tentang duduk tawarruk berlaku bagi
laki-laki atau juga bagi wanita, maka jawabannya: Betul, duduk tawarruk
berlaku bagi laki-laki maupun wanita, karena asalnya adalah kaum laki-laki sama
dengan kaum wanita dalam hukum-hukum yang berkaitan dengan syari’at, kecuali
ada dalil syar’I yang membedakan antara keduanya, sedangkan tidak ada dalil
syar’I yang shahih bahwa wanita berbeda tata cara shalatnya dengan kaum
laki-laki. Bahkan wanita dan laki-laki hukumnya adalah sama”.(Fatawa Syaikh
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin fit Taharah was Sahalat:1/786).
Najiskah
Air Kencing Bayi?
Al-Lajnah
ad-Daimah pernah ditanya ditanya, “ketika
seorang wanita melahirkan bayi laki-laki atau perempuan, selama dalam asuhannya
bayi itu selalu bersamanya dan tidak pernah berpisah, hingga terkadang
pakaiannya terkena kencing si kecil. Apakah yang harus ia lakukan pada saat
itu, dan apakah ada perbedaan hukum pada kencing bayi laki-laki dan bayi
perempuan dari sejak kelahiran hingga berumur dua tahun atau lebih? Inti pertanyaan
ini adalah tentang bersuci dan shalat, serta tentang kerepotan untuk mengganti
pakaian setiap waktu.
Jawab:
Jawab:
Al-Lajnah ad-Daimah menjawab, “cukup
membasahi dengan air pada pakaian yang terkena air kencing bayi laki-laki jika
ia belum mengonsumsi makanan. Jika telah mengonsumsi makan, maka pakaian yang
terkena kencing itu harus dicuci. Adapun jika bayi perempuan, maka pakaian yang terkena
air kencingnya harus dicuci, baik sudah mengonsumsi makanan atau belum. Ketetapan
ini bersumber dari hadits yang dikeluarkan oleh al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud
dan selainnya. Sedangkan lafalnya adalah milik Abu Dawud. Abu Dawud telah
mengeluarkan hadits ini dalam kitab sunan-nya dengan sanadnya dari Ummu
Qubais bintu Mihshan –radhiallahu ‘anhuma-, “Bahwa ia bersama bayi
laki-lakinya yang belum mengonsumsi makanan datang kepada Rasulullah –shalallahu
‘alaihi wasallam-, lalu Rasulullah –shalallahu ‘alaihi wasallam mendudukkan bayi itu dalam pangkuannya. Bayi itu
kencing pada pakain beliau, maka Rasulullah –shalallahu ‘alaihi wasallam-
meminta diambilkan air, kemudian membasahi pakaian itu dengan air tanpa mencucinya.”
Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah
dari Rasulullah –shalallahu ‘alaihi wasallam-, bersabda: “pakaian yang
terkena kencing bayi perempuan harus dicuci, sedangkan pakaian yang terkena
kencing bayi laki-laki cukup dipercikkan dengan air.” Dalam riwayat lain
menurut Abu Dawud, “pakaian yang terkena air kencing bayi perempuan harus
dicuci, sedangkan kain yang terkena air kencing bayi laki-laki hanya dipercikkan
air jika belum mengonsumsi makanan .” (Fatwa
Lajnah Daimah lil Bihuts al- Ilmiyyah
wal Ifta: 5/368) .
0 Response to "Cara Duduk Tasyahud Akhir Shalat Shubuh dan Hukum Air Kencing Bayi"
Posting Komentar
Pertanyaan dan komentar, akan kami balas secepatnya-insyaallah-.