Pertanyaan:
Bolehkah
seorang musafir mengimami orang-orang mukim? Dan bagaimana sikap makmum jika
imam mengqashar shalat dan menjama’nya?
Jawab:
Apabila musafir tersebut memang yang paling
layak untuk menjadi imam, maka boleh mengimami makmum yang sedang muqim. Karena
menqashar shalat merupakan rukhsahah bagi yang sedang safar maka
hendaknya dia tetap mengqasharnya, jika imam mengqasharnya maka hendaknya
makmum menyempurnakan shalat (empat raka’at setelah imam salam). Jika imam
menjama’nya dalam hal yang ia boleh menjama’nya, maka hendaknya makmum tidak
ikut menjama’ shalat bersamanya, karena hanya imam ketika itu yang mendapat rukhshah
untuk itu dan bukan bagi yang lain. Karena telah disebutkan bahwa Umar manakala
tiba di Makkah beliau shalat mengimami kaum muslimin dan mengqasharnya lalu
berkata, “Wahai penduduk Makkah, sempurnakanlah (empat rakaat) shalat kalian
karena saya sebagi musafir”. (al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-Ilmiyah wal
Ifta’).
Pertanyaan:
Seorang musafir mengendarai mobil lalu
berhenti di tengah jalan untuk buang air kecil, lalu pakaiannya terkena air
kencing sedangkan dia tidak mendapatkan air melainkan sedikit saja yang ia
siapkan utuk berwudhu, apakah ia menggunakan air yang sedikit tersebut untuk
menghilangkan najis ataukah untuk berwudhu?
Jawab:
Dalam keadaan seperti ini kami menganggap
bahwa yang lebih rajih adalah hendaknya dia menghilangkan najis yang kelihatan
dengan cara mencuci air kencing dari pakaiannya tadi. Yang demikian itu karena
najis yang dapat dirasakan baik yang mengenai baju atau pun badan, sehingga
apabila dicuci hinga air yang ada padanya habis, maka dia boleh bertayamum dari
hadats (sebagai ganti dari berwudhu), karena tayamum pada asalnya untuk
menghilangkan hadats (bukan najis), sebagaimana firman Allah ta’ala:
أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ
لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاءً فَتَيَمَّمُوْا
“Atau
dalam perjalanan kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah”. (QS. al-Ma’idah:
6)
Najis dikaitkan dalam masalah ini karena ia
merupakan sesuatu yang harus dihilangkan dan jika tidak mendapatkan apa yang
dapat menghilangkannya maka hendaknya ia tayammum untuk itu[1].
[1]
Dikutip dari kitab “al-Mukhtashar fi Ahkaamis Safar” edisi Indonesia
“Bekal Dalam Perjalanan” hlm.37-39.
0 Response to "Musafir Mengimami Muqim dan Air Tidak Cukup untuk Wudhu'"
Posting Komentar
Pertanyaan dan komentar, akan kami balas secepatnya-insyaallah-.