Imam Baqi’ bin Makhlad (wafat tahun 276H) -rahimahullah-
melakukan perjalanan pada tahun 221H dengan berjalan kaki dari Andalusia
(Spanyol) ke kota Baghdad hanya untuk bertemu Imam Ahmad dan mengambil ilmu
darinya. Imam Baqi’ menuturkan, ‘Ketika aku mendekati Baghdad, sampailah
kepadaku tentang ujian Imam Ahmad (yaitu fitnah perkataan Al-Qur’an adalah
makhluk) dan beliau dikekang (dilarang untuk mengajarkan hadits). Aku sangat
sedih, lalu aku menetap di Baghdad dan memilih sebuah rumah sebagai tempat
bermalam. Kemudian aku pergi ke masjid untuk duduk bersama orang lain. Lalu aku
terdorong untuk menghadiri sebuah halqah yang mulia, aku meliahat seseorang
berbicara tentang ilmu rijalul hadits. Ada yang berkata kepadaku,
‘ini adalah Yahya bin Ma’in.’ lalu mereka melowongkan tempat untukku dan aku
berdiri di hadapannya seraya berkata, ‘Wahai Abu Zakaria, semoga Allah merahmati
Anda. Seseorang yang asing telah meninggalkan kampong halamannya, wajib
diberikan kesempatan untuk berrtanya dan jangan Anda menganggap lancang.’ Dia
berkata. ‘Katakanlah!’, Maka aku menanyakan tentang orang-orang yang kutemui,
sebagian ia rekomendasikan dan sebagian lagi ia sebutkan kekurangannya.
Aku bertanya tentang Hisyam bin ‘Ammar
(wafat th. 245H). dia berkata kepadaku, ‘Abu Walid pengarang kitab shalat dari
Damaskus, dia tsiqah, bahkan lebih dari tsiqah. Walaupun ia sedikit
angkuh, tetapi hal itu tidak berpengaruh kepada kebaikan dan keutamaannya.’
Orang yang hadir di halaqah berteriak, ‘Cukup! Semoga Allah merahmati Anda.
Berikan kesempatan kepada yang lain untuk bertanya.’ Aku berkata sambil berdiri
di depan, ‘Ungkapkanlah tentang satu orang, Ahmad bin Hanbal?’ Dia menatapku
penuh keheranan, lalu berkata, ‘Orang seperti kita mengungkapkan tentang Ahmad
bin Hnbal? Dia adalah imamnya kaum Muslimin, yang terbaik dan paling utama.’
Kemudian aku pergi dan meminta mereka
menunjukkan kepadaku di mana rumah Imam Ahmad, mereka memberitahuku, lalu aku
mengetuk pintu rumahnya. Dia keluar dan aku bertanya, ‘Wahai Abu ‘Abdillah,
seorang yang asing telah meninggalkan kampung halamannya. Ini adalah kali
pertama aku datang ke tempat ini, aku ingin belajar hadits dan menguasai
Sunnah, dan tidak ada yang kutuju dalam perjalananku ini selain anda.’ Dia
berkata, ‘Masuklah ke dekat tiang ini agar engkau tidak terlihat.’ Kemudian aku
masuk dan dia berkata kepadaku, ‘Dari mana asalmu?’ ‘Jauh ke sebelah barat,’ jawabku.
Dia kembali bertanya, ‘Afrika?’ Kujawab, ‘Lebih jauh daru Afrika, aku harus
mengarungi lautan bila ingin pergi dari daerahku ke Afrika, negeriku
Andalusia.’ Dia berkata, ‘tempatmu sangat jauh. Tidak ada yang lebih aku sukai
daropada menjamu orang sepertimu. Akan tetapi aku berada dalam keadaan sedang
diuji, mungkin engkau sudah menegtahui hal itu.’ Aku menjawab , ‘Ya, aku sudah
mengetahuinya sejak pertama kali sampai ketempat ini. Di sini tidak ada orang
yang mengenalku. Jika Anda mengijinkan, aku akan datang setiap hari dengan
penempilan seorang pengemis. Ketika sampai di depan pintu aku akan berkata
seperti apa yang dikatakan seorang pengemis kemudian Anda keluar. Kalaulah Anda
tidak mengajarkan kepadaku, kecuali satu hadits saja setiap harinya, sudah
cukup rasanya bagiku’. ‘Ya, baiklah.
Dengan syarat engkau tidak menceritakannya kepada siapa pun tidak juga kepada
ahli hadits.’ Kukatakan, ‘Aku memegang syarat anda.’
Kemudia aku mengambil sebuah tongkat dan
membalut kepalaku dengan sehelai kain yang telah lusuh, lalu aku mendatang
rumahnya sambil berteriak, ‘Kasihanilah aku! Semoga Allah merahmati Anda.’
Kemudian dia keluar aku pun masu. Dia menutup pintu dan mengajarkanku dua atau
tiga hadits. Bahkan terkadang lebih. Itulah yang kulakukan terus hingga
meninggal penguasa yang memfitnahnya dan digantikan oleh seorang yang
berpemahaman Ahlus Sunnah. Kemudian Iman Ahmad bebas kembali dan dia diberi hadiah
beberapa ekor unta. Dia telah melihat kesabaranku. Jika aku mendatangi
majelisnya, aku disediakan tempat dan dia menceritakan tentang kisahku
dengannya kepada ahli hadits. Dia mengajarkanku hadits dan akupun membacakan
hadits dihadapannya . ketika aku sakit, dia pun menjengukku bersama
murid-muridnya.[1]
0 Response to "Kisah Perjalanan Imam Baqi' Bin Makhlad Menuntut Ilmu"
Posting Komentar
Pertanyaan dan komentar, akan kami balas secepatnya-insyaallah-.