Pertanyaan:
“Adakah do’a khusus yang kita baca ketika imam duduk di antara dua khutbah
jum’at?
Jawab:”Ada
riwayat shahih dari Nabi -shallallahu alaihi wasallam- menjelaskan bahwa
beliau memisahkan antara dua khutbah dengan duduk di antara keduanya, dari Abdullah
bin Umar -radiallahu anhuma-, dia berkata:
كَانَ
النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم يَخْطُبُ خُطْبَتَيْنِ يَقْعُدُ بَيْنَهُمَا
“Nabi -shallallahu alaihi wasallam- melakukan
dua khutbah dan duduk di antara dua khutbah itu”[1].
Dan
tidak ada riwayat shahih dari Nabi-shallallahu alaihi wasallam-maupun
dari para sahabat beliau yang menunjukkan bahwa ada dzikir atau bacaan khusus
yang diucapkan di antara dua khutbah itu, para ulama menganjurkan untuk berdo’a
pada duduk di antara dua khutbah itu karena menurut sebagian mereka saat
terkabulnya do’a pada hari Jum’at itu adalah dimulai dari duduknya imam untuk
khutbah jum’at sampai berakhirnya shalat (antara adzan jum’at sampai shalat
jum’at berakhir). Ibnu Hajar al-Haitsami -rahimahullah- mengutip
perkataan al-Qhadi (al-Qadhi Husain- ulama terkemuka madzhab Syafi’i-):
والدعاء
في هذه الجلسة (بين الخطبتين) مستجاب.
“Berdo’a pada waktu ini (duduknya imam antara
dua khutbah) adalah mustajab (dikabulkan).
Lantas
Ibnu Hajar al-Haitsami mengatakan:
ويؤخذ
مما ذكر عن القاضي: أن السنة للحاضرين الاشتغال وقت هذه الجلسة بالدعاء, لما تقرر
أنه مستجاب حينئذ, وإذا اشتغلوا بالدعاء فالأولى أن يكون سرا, لما في الجهر من
التشويش على بعضهم, ولأن الإسرار هو الأفضل في الدعاء إلا لعارض.
“Dari perkataan al-Qadi yang kami sebutkan
(kita bisa menarik kesimpulan): bahwa pada waktu duduknya imam antara dua
khutbah disunnahkan bagi mereka yang hadir untuk menyibukkan diri dengan
berdo’a, karena (pendapat para ulama) saat itu do’a mustajab (dikabulkan), jika
mereka berdo’a saat itu, maka yang lebih utama adalah dengan suara pelan
(sirr/lirih), karena kalau memakai suara keras akan mengganggu yang lain,
dikarenakan juga bahwa berdo’a dengan suara pelan itu lebih afdhal kecuali pada
keadaan tertentu”[2].
As-Syaikh
Abdurrahman Aba Bathin -rahimahullah- berkata:
الدعاء
حال جلوسه بين الخطبتين ما علمت فيه شيئا, ولا ينكر على فاعله الذي يتحرى الساعة
المذكورة في يوم الجمعة
“Berdo’a ketika imam duduk antara dua khutbah,
aku tidak mengetahui (dalil khusus) tentangnya, namun orang yang melakukan (do’a
waktu itu) karena mencari waktu terkabulnya do’a hari jumat tidak perlu
diingkari”[3].
Syaikh Rasyid Ridha -rahimahullah-
berkata:
أما
رفع اليدين والأصوات بالدعاء عند جلوس الخطيب بين الخطبتين فلا نعرف له سنة تؤيده,
ولا بأس به لولا التشويش, وأنهم جعلوه سنة متبعة بغير دليل.
“Adapun berdo’a dengan mengangkat tangan dan
suara keras ketika imam duduk antara dua khutbah itu maka kami tidak mengetahui
ada hadits yang menguatkannya, namun sebenarnya tidak apa-apa melakukannya
dengan catatan tidak mengganggu yang lain (yaitu dengan memakai suara keras)
dan jangan mereka juga menjadikannya kebiasaan yang terus-menerus dilakukan
tanpa dalil”[4].
Syaikh
Muhammad al-Utsaimin -rahimahullah- pernah ditanya:
“Apakah
ada do’a khusus yang (didasarkan) pada hadits shahih, atau dzikir tertentu yang
diucapkan ketika imam duduk di antara dua khutbah? Dan apakah ada dalilnya imam
juga berdo’a ketika duduk antara dua khutbah itu?
Jawab
beliau:
ليس
هناك ذكر مخصوص أو دعاء مخصوص, لكن يدعو الإنسان بما أحب, وذلك لأن هذا الوقت وقت
إجابة, فإن النبي صلى الله عليه وسلم ذكر: أن في يوم الجمعة ساعة لا يوافقها عبد
مسلم وهو قائم يصلى يسأل الله شيئا إلا أعطاه إياه. وفي صحيح مسلم من حديث أبي
موسى: أنها ما بين خروج الإمام إلى أن
تقضى الصلاة . فهذا الوقت وقت إجابة
فينبغي للإنسان أن يستغل الفرصة بالدعاء بين الخطبتين بما يشاء من خيري الدنيا
والآخرة.
وكذلك
يقال بالنسبة للإمام, إنه يدعو بين الخطبتين, لكن دعاءً سريا بما يريده من أمر الدنيا والآخرة,
وكذلك أيضا في صلاة الجمعة في السجود بعد أن يذكر الأذكار الواردة عن النبي صلى
الله عليه وسلم يدعو بما شاء.
وكذلك
أيضا في التشهد يدعو قبل السلام بما شاء بعد أن يدعو بما ورد الأمر بالدعاء به.
“Tidak ada dzikir dan do’a khusus, namun
setiap orang berdo’a sesuai keinginannya, karena waktu ini adalah waktu
mustajab, krena Nabi -shallallahu alaihi wasallam -menyebutkan: “Bahwa pada
hari jum’at itu ada satu waktu di mana apabila seorang muslim menepatinya
sedangkan dia sedang shalat sambil meminta sesuatu kepada Allah melainkan Dia
akan mengabulkannya”. Dalam shahih Muslim dari hadits Abu Musa:”(Bahawa waktu
mustajab hari jum’at itu adalah) dimulai ketika imam keluar untuk khutbah
sampai shalat jum’at selesai dilakukan”. Jadi saat ini adalah saat-saat
mustajab, maka sudah sewajarnya seorang muslim menggunakan kesempatan ini (duduknya
imam antara dua khutbah)untuk berdo’a dengan do’a apapun yang dia inginkan
terkait kebaikan dunia maupun akhirat.
Sama
halnya juga dengan imam, boleh baginya berdo’a ketika duduk antara dua khutbah,
namun dengan suara berdo’a yang lirih/sirr, berdo’a sekeinginannya meminta
kebaikan dunia dan akhirat, begitu juga ketika shalat jum’at, ketika sujud
setelah mengucap dzikir-dzikir sujud yang
diajarkan Nabi-shallallahu alaihi wasallam- (boleh) bagi seseorang berdo’a
dengan do’a yang dia inginkan.
Begitu
pula halnya ketika tasyahhud, hendaknya ia berdo’a sebelum salam dengan do’a
yang ia mau setelah mengucap doa yang diperintahkan untuk diucap ketika itu”.
Beliau
juga mengatakan:
وأما
رفع اليدين بذلك فلا أعلم به بأساً , لأن الأصل في الدعاء أن مِن آدابه رفع اليدين
, فإذا رفع الإنسان يده فلا
حرج, وإذا دعا بدون رفع يد فلا حرج, وهذا في الدعاء الذي بين الخطبتين.
حرج, وإذا دعا بدون رفع يد فلا حرج, وهذا في الدعاء الذي بين الخطبتين.
“Adapun masalah mengangkat tangan maka-sejauh
pengetahuan saya-ini tidak mengapa, karena pada hakekatnya di antara adab berdo’a
adalah dengan mengangkat tangan, apabila dia mengangkat tangan ini tidak
masalah, apabila tidak mengangkat tangan ini juga tak masalah, ini kita bicara
tentang berdo’a ketika imam duduk di antara dua khutbah”[5].Allahu
a’lam.
2 Responses to "Adakah Do'a Khusus Yang Dibaca Ketika Imam Duduk Di Antara Dua kHutbah"
masyaAllah...barakallahu fiikum tadz....
wafiikum barakallah...............
Posting Komentar
Pertanyaan dan komentar, akan kami balas secepatnya-insyaallah-.