Hukum Seputar Gambar dan Foto

Menggambar makhluk bernyawa dengan dipotong kepalanya[1]
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum menggambar makhluk bernyawa dengan dipotong kepalanya.
Pendapat pertama: Boleh menggambar makhluk bernyawa yang dipotong kepalanya. Ini adalah pendapat mayoritas ulama, seperti madzhab Hanafi, Syaf’I, Maliki dan Hanbali[2].
Dalil mereka:
§  Di antara dalil yang mereka pakai adalah hadits Abu Hurairah –radhiallahu ‘anhu- dari Nabi –shallallahu ‘alihi wa sallam- beliau bersabda:  “Malaikat Jibril datang kepadaku, lalu dia berkata kepadaku: ‘Tadi malam aku datang kepadamu, tidak ada yang menghalangiku masuk kecuali karena ada gambar-gambar  di pintu.’ Lali (Jibril) berkata:

فَمُرْ بِرَأْسِ التِّمْثَالِ يُقْطَعُ فَيَصَيْرُ كَهَيْئَةِ الشَّجَرَةِ

“Perintahkan supaya timtsal[3] (gambar-gambar) yang ada dirumah itu untuk dipotong kepalanya supaya menjadi seperti bentuk pohon….(HR. Abu Dawud:3504, dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah: 356)
§  Dalil lain adalah hadits Ibnu ‘Abbas dari Nabi beliau bersabda :

  
الصُّوْرَةُ الرَّأْسُ, فَإِذَا قُطِعَ الرَّأْسُ فَلَا صُوْرَةَ

“Gambar itu (intinya) adalah kepalanya, jika dipotong kepalanya maka bukan gambar.”[4]
Pendapat kedua: Haram menggambar makhluk bernyawa walaupun dipotong kepalanya. Ini adalah pendapat Imam Qurthubi dan al-Mutawalli.
Dalil mereka :
Keumuman larangan-larangan gambar makhluk bernyawa dan mereka tidak mengecualikan sama sekali gambar-gambar bernyawa yang dibolehkan.
Pendapt yang kuat. Pendapat yang kuat adalah pendapat yang pertama yaitu boleh menggambar gambar bernyawajika kepalanya dipotong, karena dalil-dalilnya lebih gamblang dan kuat.
Catatan.Syaikh al-Albani –rahimahullah- berkata : “Adapun gambar-gambar (bernyawa) yang dicetak dilembaran kertas, atau dilukis di kain maka (untuk menghilangkannya) tidak cukup hanya menggaris sebuah garis di atas lehernya supaya terlihat gambarnya terputus (antara badan dan kepala), tetapi harus benar-benar dihilangkan kepalanya. Dengan demikian bentuknya tidak kelihatan sehingga menjadi seperti bentuk pohon sebagaimana sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.” (Silsilah Ahadits Shahihah: 1921) 


Menggambar kepala saja tanpa badan
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini.
Pendapar pertama: Haram menggambar kepala saja walaupun tanpa badan, ini pendapat sebagian pengikut madzhab Syafi’I, madzhab Hanbali, dengan dalil-dalil seperti sabda Nabi –sallallahu ‘alaihi wa sallam-:

الصُّوْرَةُ الرَّأْسُ, فَإِذَا قُطِعَ الرَّأْسُ فَلَا صُوْرَةَ

“Gambar itu (intinya) adalah kepalanya, jika dipotong kepalanya maka bukan gambar.”[5]
Dalam riwayat lain diperjelas sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-:

الصُّوْرَةُ الرَّأْسُ فَكُلُّ شَيْئٍ لَيْسَ لَهُ رَأْسٌ فَلَيْسَ بِصُوْرَةٍ

“Gambar itu adalah kepalanya, maka segala sesuatu yang tidak ada kepalanya  bukan termasuk gambar.”(HR, al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah 12/134, dari jalan Abu Hurairah –radhiallahu ‘anhu-)
Pendapat kedua: Boleh menggambar kepalasaja dari makhluk bernyawa. Alasannya, yang dilarang adalah menggambar makhluk bernyawa yang utuh, adapun jika menggambar kepala saja tidak dilarang, karena kepala saja tidak akan hidup kecuali dengan badan.[6]
Pendapat yang kuat adalah pendapat yang pertama disebabkan dalilnya lebih kuat, karena gambar itu intinya adalah kepala, sedangkan pendapat yang kedua tidak menyertakan dalil sama sekali.


Gambar karikatur
Maksudnya menggambar yang dilakukan oleh para tukang gambar untuk mengungkapkan sifat/karakter yang ada pada objek yang dibambar, seperti menggambarkan bahwa si fulan sedang marah dan semisalnya. Menggambar semacam ini hukumnya haram, karena beberapa alasan, di antaranya:
§  Gambar tersebut adalah gambar bernyawa, dan hukum menggambar makhluk bernyawa adalah haram secara mutlak.
§  Gambar ini biasanya dibuat lebih buruk dari aslinya seperti badannya dibuat kecil tetapi kepalanya besar, hidung lebih dibesarkan, atau mata lebih dilebarkan atau dibuat gambaran seseorang yang sangat menakutkan, dan ini termasuk mengolok-olok/menghina orang yang digambar, padahal mengolok-olok/menghina ciptaan Allah hukumnya haram.



Gambar cetak (foto hasil kamera)
Gambar-gambar yang dihasilkan dari alat modern tidak pernah ada pada zaman dahulu dan mulai dikenalkan oleh sworang warga negara inggris tahun 1839 M, mengenai gambar/foto semacam ini para ulama masa kini berbeda pendapat.
v Syaikh Muhammad bin Ibrahim, Syaikh Ibnu Baz, Syaikh DR.Shalih al-Fauzan, Syiakh al-Albani dan segenap ulama al-Lajnah ad-Da’imah berpendapat haram kecuali ada kebutuhan yang mendesak/darurat[7]. Alasan mereka, karena hasil cetakan kamera/foto dan alat modern tidak bisa lepas dari sebutan gambar, hanya cara mendapatkannya saja yang berbeda, yang dihukumi adalah hasilnya bukan caranya,sedangkan gambar makhluk bernyawa adalah haram[8].
v Adapun Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Syaikh Shalih al-Luhaidan dan ulama lainnya membolehkannya[9].
Alasan mereka, foto hasil kamera tidak sama dengan melukis dengan tangan, orang yang memfoto hanya menekan tombol lalu jadilah sebuah foto, maka ini tidak lain hanya memindahkan gambar dengan kamera dan bukan menggambar, dan orang yang memfoto  tidak menandingi ciptaan Allah karena dia hanya memindahkan gambar saja dengan alat modern.
Pendapat yang kuat adalah pendapat yang pertama yang mengharamkan foto gambar makhluk bernyawa dengan bebarapa alasan di bawah ini:
·        Foto hasil kamera tidak ubahnya seperti menggambar dengan tangan bahkan hasil foto dengan kamera jauh lebih mirip dengan hasil menggambar dan ini jauh lebih pantas untuk dimasukkan kepada larangan menggambar karena menandingi ciptaan Allah[10].
·        Perbedaan cara tidak membedakan hukum, yang jadi patokan adalah hasil, perkembangan zaman menuntut dibuatnya sesuatu dengan cara yang semakin canggih[11].[12]


[1] Artikel ini disarikan dari tulisan al-Ustadz Abu Ibrahim M.Ali majalah al-Furqan, ed.05, th.ke-10
[2] Hasyiah Ibn Abidin 1/684, al-Istidzkar 27/180, Shina’atus Shurah bil Yad Ma’a Bayani Ahkamit Tashwir al-Fotografiyah hlm.31.
[3] Timtsal bisa berrmakna patung dan bisa bermakna gambar, dan dalam hadits ini para ulama mengartikannya gambar (bernyawa) sebagaimana keterangan hadits-hadits yang lain, dan orang-orang zaman sekarang yang mengatakan bahwa yang haram hanya patung –bukan gambar dengan hadits semacam ini- adalah sebuah kesalahan (Lihat Lisanul Arab 3/437, al-Mu’jamul Wasith hlm.853, dan Mukhtasharush Shihah hlm.614).
[4] HR. Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra 7/270, as-Suyuthi dalam al-Jami’ ash-Shagir, dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah hlm. 1921
[5] Lihat footnote no. 3
[6] Lihat Shina’atus Shurah bil Yad Ma’a Bayani Ahkamit Tashwir al-Fotografiyah hlm.33.
[7] Syaikh Ibnu Baz mengatakan:”Mengambil gambar yang memiliki roh (nyawa) dengan kamera hukumnya adalah haram, kecuali jika sangat dibutuhkan atau kondisi darurat seperti untuk kepentingan identitas, mempoto pelaku kriminal supaya mereka segera diketahui dan terantisipasi perbuatan kriminalnya, atau untuk membuat SIM. Ini semua, jika sangat dibutuhkan dan tidak bisa didapatkan kartu identitas atau SIM kecuali harus dengan foto, maka foto itu menjadi boleh karena kondisi darurat”.(Ftawa Nurun alad Darbi:2/205.
[8] Lihat Fatwa al-Lajnah ad-Da’imah 1/458, perkataan semisal juga dikatakan oleh Syaikh Muhammad Ali as-Shabuni dalam Hukmul Islam fit Tashwiir hlm.15-16.
[9] Shina’atus Shurah bil Yad Ma’a Bayani Ahkamit Tashwir al-Fotografiyah hlm.17.
[10] Fatwa al-Lajnah ad-Da’imah n0.2296, Fatawa Syaikh Muhammad bin Ibrahim 1/458.
[11] Shina’atus Shurah bil Yad Ma’a Bayani Ahkamit Tashwir al-Fotografiyah hlm.48.
[12] Para ulama yang membolehkan poto mensyaratkan beberapa hal di antaranya; tidak boleh berupa poto yang diharamkan seperti poto kaum wanita, poto porna, poto yang mengandung syi’ar orang kafir atau kesyirikan, poto yang mempermainkan agama islam, poto berupa pengagungan/pengkultusan para tokoh, dan semisalnya. (Shina’atus Shurah bil Yad Ma’a Bayani Ahkamit Tashwir al-Fotografiyah hlm. 52)

0 Response to "Hukum Seputar Gambar dan Foto"

Posting Komentar

Pertanyaan dan komentar, akan kami balas secepatnya-insyaallah-.