Di
antara tujuan Allah -ta’ala- telah menciptakan pakaian bagi manusia
adalah untuk menutup auratnya, melindunginya dari sengatan sinar matahari dan
dinginnya cuaca serta melindungi diri dari gangguan makhluk lain, ada beberapa
adab yang perlu diperhatikan dalam masalah berpakaian ini sebagimana yang
ditunjukkan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah, berikut adalah ulasannya.
1.Wajibnya
menutup aurat
Allah
-subhanahu wata’ala- berfirman:
يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ
وَرِيْشًا
“Hai anak Adam, sesungguhnya kami
telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk
perhiasan”. (QS. Al-A’raf :26).
Imam
al-Qurtubi -rahimahullah- mengatakan:”Dalam
ayat ini terdapat dalil tentang wajibnya menutup aurat”[1].
Ibnu
Katsir -rahimahullah- mengatakan:”Pada ayat ini Allah menyebutkan
nikmatnya kepada para hamba-Nya, yaitu bagiaman Dia menciptakan pakaian sebagai
penutup aurat dan sebagai perhiasan bagi para hamba-Nya”[2].
Syaikh
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin -rahimahullah- mengatakan:”Menutup aurat
merupakan salah satu adab agung yang diperintahkan oleh Islam, bahkan laki-laki
dan perempuan dilarang melihat aurat sesama mereka, karena kerusakan yang akan
timbul dari perbuatan ini, sedangkan syari’at ini datang untuk menutup seluruh
pintu kejelekan”[3].
2.Disunnahkan
menampakkan nikmat Allah dalam berpakaian
Bagi seseorang yang diberi nikmat
harta oleh Allah disunnahkan baginya untuk menampakkan pengaruh nikmat Allah
itu terhadap dirinya dengan memakai pakaian yang bagus dengan tidak berlebihan
dan disertai kesombongan, dari Abul Ahwash dari ayahnya, dia berkata:
أَتَيْتُ النَّبِيَّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- فِي ثَوْبٍ دُوْنٍ.
فَقَالَ: أَلَكَ مَالٌ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: مِنْ أَيِّ الْمَالِ؟ قَالَ: قَدْ
آتاَنِيَ اللهُ مِنَ الْإِبِلِ وَاْلغَنَمِ وَالْخَيْلِ وَالرَّقِيْقِ. قَالَ: فَإَذَا
آتَاكَ اللهُ مَالًا فَلْيُرِ أَثَرُ نِعْمَتِهِ عَلَيْكَ وَكَرَامَتُهُ.
“Aku pernah mendatangi Nabi -shallallahu
alaihu wasallam- dengan
memakai pakaian yang lusuh, lantas beliau bersabda:”Apakah kamu punya harta?
Dia (ayahnya Abul Ahwasah) menjawab:”ya”. Beliau bertanya:”Darimana harta itu?
Dia menjawab:”Allah telah memberikanku unta, kambing, kuda dan budak. Beliau
bersabda:”Apabila Allah memberikanmu harta, maka hendaknya pengaruh nikmat dan
kedermawanan Allah itu terlihat padamu”[4].
Dalam riwayat lain, Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda:
إِنَّ
اللهَ-تَعَالَى- جَمِيْلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ, وَيُحِبُّ أَنْ يُرَى أَثَرُ نِعْمَتِهِ
عَلَى عَبْدِهِ, وَيُبْغِضُ الْبُؤْسَ وَالتَّبَاؤُسَ
“Sesungguhnya Allah maha indah dan menyukai keindahan, dan Dia
menyukai apabila pengaruh nikmat-Nya terlihat pada hamba-Nya, dan membenci
keadaan yang jelek dan kotor serta (orang) yang menampakkan kedaan yang
menyedihkan dan hina”[5].
3.Larangan
laki-laki menyerupai wanita atau wanita menyerupai laki-laki dalam berpakaian
Dalam masalah ini terdapat ancaman
yang keras berupa laknat dari Rasulullah -shallallahu
alaihi wasallam-, dari sahabat Ibnu Abbas -radiallahu
anhuma-, dia berkata:
لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- الْمُتَشَبِّهِيْنَ
مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
“Rasulullah
-shallallahu alaihi
wasallam- melaknat
laki-laki yang menyerupakan diri dengan perempuan dan perempuan yang
menyerupakan diri dengan laki-laki”[6].
Tasyabbuh (menyerupakan diri) yang dilarang di sini termasuk dalam
berpakaian[7] di
samping hal-hal yang lain seperti cara berbicara, cara berjalan dan seterusnya[8].
4.Larangan
memakai pakaian syuhrah
Banyak orang-terutama kaum
wanita-berlomba-lomba memakai gaun yang super mewah demi menjadi pusat
perhatian orang lain disertai dengan kesombongan dan berbangga-bangga, dari
Abdullah bin Umar -radiallahu anhuma- dia berkata:
قال رسول الله-صلى الله عليه وسلم: مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِي
الدُّنْيَا أَلْبَسَهُ اللهُ ثَوْبَ مُذِلَّةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda:”Barangsiapa
yang memakai pakaian syuhrah di dunia maka Allah akan memakaikannya
pakaian kehinaan[9]
pada hari kiamat”[10].
Tentang pakaian syuhrah ini,
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:”Dibenci memakai pakaian syuhrah,
yaitu pakaian yang terlalu istimewa yang yang menyelisihi kebiasaan orang, dan
pakaian yang terlalu sederhana yang menyelisihi kebiasaan orang, karena para
salaf membenci dua mcam pakain syuhrah ini, yang terlalu mewah dan
terlalu sederhana, sebagaimana dalam hadits:
مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِي الدُّنْيَا أَلْبَسَهُ اللهُ ثَوْبَ
مُذِلَّةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa yang memakai pakaian syuhrah
di dunia maka Allah akan memakaikannya pakaian kehinaan pada hari kiamat”.
Dan sebaiak-baik perkara adalah yang
tengah-tengah”[11].
5.Larangan
Memakai emas dan sutra bagi laki-laki kecuali ada udzur[12]
Syari’at Islam nan mulia ini
mengharamkan atas laki-laki memakai emas dan sutra namun membolehkannya bagi
wanita, emas dan sutra dibutuhkan oleh wanita untuk menghias dirinya, di
samping memakai emas dan sutra mengandung makna feminisme yang mengurangi
kejantanan laki-laki, dari Ali bin Abi Thalib -radiallahu
anhu-, dia berkata:”Suatu ketika Nabi -shallallahu
alaihi wasallam- mengambil
sutra lalu memegangnya dengan tangan kanan beliau, lantas mengambil emas dan
memegangnya dengan tangan kiri beliau, kemudian beliaupun bersabda:
إنَّ هذَيْنِ حَرَامٌ عَلَى ذُكًوْرِ أُمِّتِي
Sesungguhnya dua benda ini haram atas laki-laki dari kalangan
ummatku”[13].
Dari sahabat Abu Umamah -radiallahu anhu- dia berkata, bahwasanya Rasulullah -shallallahu
alaihi wasallam- bersabda:
مَنْ لَبِسَ الْحَرِيْرَ فِي الدُّنْيَا لَمْ يَلْبَسْهُ فِي الْآخِرَةِ
“Barangsiapa yang memakai sutra di dunia maka
dia tidak akan memakainya di akhirat”[14].
6.Disunnahkan
mendahulukan yang kanan ketika hendak memakai pakaian
Dari A’isyah Ummul Mukminin -radiallahu anha-, dia berkata:
كَانَ النَّبِيُّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يُحِبُّ التَّيَمُّنَ
فِي شَأْنِهِ كُلِّهِ فِي نَعْلَيْهِ وَتَرَجُّلِهِ وَطُهُوْرِهِ
“Nabi -shallallahu alaihi wasallam- suka mendahulukan
yang kanan dalam segala urusan beliau, ketika memakai sandal, menyisir rambut
dan berwudhu’”[15].
Imam an-Nawawi -rahimahullah- berkata:”Ini adalah
qa’idah baku dalam syari’at, yaitu apabila berhubungan dengan perkara yang
terhormat seperti: memakai pakaian, celana, sepatu, memasuki masjid, bersiwak,
memakai celak…dan perbiatan lain yang sejenis maka disunnahkan mendahulukan
yang kanan, adapun sebaliknya seperti: masuk wc, keluar dari masjid, meludah,
istinja, melepas pakaian…dan hal-hal lain yang sejenis maka disunnahkan
melakukannya dengan yang kanan, ini semua disebabkan kedudukan dan mulianya
kanan, Allahu a’lam”[16].
7.Hal-hal yang disunnahkan ketika memakai
sandal
Ketika memakai alas kaki/sandal
hendaknya mendahulukan kaki sebelah kanan dan ketika melepas hendaknya
mendahulukan yang kiri, dalam hal ini Rasulullah-shallallahu alaihi
wasallam-bersabda:
إِذَا انْتَعَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِالْيَمِيْنِ وَإِذَا نَزَعَ
فَلْيَبْدَأْ بِالشِّمَالِ لِيَكُنِ الْيُمْنَى أَوَّلُهَا تُنْعَلُ وَآخِرُهَا تُنْزَعُ
“Apabila salah seorang di antara kalian ingin memakai sandal
maka hendaknya dia memulai dengan yang kanan dan apabila ingin melepas
hendaknya memulai dengan yang kiri, jadi hendaknya kaki kanan yang pertama kali
dipakaikan sandal dan yang terakhir dilepas sandal darinya”[17].
Dan dibenci seseorang berjalan
dengan memkai sandal sebelah, dari Abu Hurairah -radiallahu
anhu- bahwasanya
Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda:
إِذَا انْقَطَعَ شَسِعُ أَحَدِكُمْ فَلَا يَمْشِي فِي الْأُخْرَى حَتَّى
يُصْلِحُهَا
“Apabila tali sandal salah seorang di antara kalian terputus
maka janganlah dia berjalan dengan sandal sebelah sampai dia memperbaiki yang
sebelahnya lagi”[18],
alasan dilarangnya hal ini adalah
sebagaimana dikatakan oleh Rasulullah -shallallahu
alaihi wasallam- sendiri:
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَمْشِي فِي نَعْلٍ وَاحِدَةٍ
8.Berdo’a ketika memakai pakaian yang baru
Telah shahih dari Nabi -shallallahu
alaihi wasallam- beberapa
do’a yang bisa dibaca seorang muslim ketika memakai pakaian yang baru:
اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ كَسَوْتَنِيْهِ, أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهِ
وَخَيْرِ مَا صُنِعَ لَهُ, وَأَعُوْذُبِكَ مِنْ شَرِّهِ وَشَرِّ مَا صُنِعَ لَهُ
“Ya Allah segala puji bagi-Mu, Engkaulah yang memberi pakian ini
kepadaku, aku mohon kepada-Mu untuk memperoleh kebaikannya dan kebaikan yang ia
diciptakan karenanya, aku berlindung kepada-Mu dari kejahatannya dan kejahatan
yang ia diciptakan karenanya”[21].
Do’a yang lain:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي كَسَانِي هَذَا
الثَّوْبَ وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْل مِنِّي وَلَا قُوَّةٍ
“Segala puji bagi Allah yang memberi
pakian ini kepadaku sebagai rizki dari-Nya tanpa daya dan upaya dariku”[22].
Adapun seorang yang melihat
saudaranya atau temannya memakai pakian yang baru disunnahkan baginya untuk
berdo’a dengan mengucap:
البس جديدا وعش حميدا ومت شهيدا
“Berpakianlah yang baru, hiduplah dalam kedaan terpuji dan
matilah dalam keadaan syahid”[23].
Atau membaca:
تبلي ويخلف الله
“Pakailah sampai lusuh, semoga Allah memberikan gantinya
kepadamu”[24].
9.Dilarangnya isbal bagi laki-laki
Isbal adalah menjulurkan pakaian
melebihi mata kaki, dan ini adalah perkara terlarang dalam Islam bagi
laki-laki, Rasulullah-shallallahu alaihi wasallam-bersabda:
ما أسفل من الكعبين من الإزار ففي النار.
“Apa yang berada di bawah mata kaki dari pakaian adalah di
neraka”[25].
Dalam riwayat lain, Rasulullah-shallallahu
alaihi wasallam-bersabda:
ثلاثة
لا يكلمهم الله يوم القيامة ولا ينظر إليهم ولا يزكيهم ولهم عذاب أليم. فقرأها
رسول الله-صلى الله عليه وسلم-ثلاث مرارا, قال أبوذر: خابوا وخسروا, من هم يارسول
الله؟ قال: المسبل, والمنان, والمنفق
سلعته بالحلف الكاذب.
“Ada tiga jenis manusia yang tidak akan
diajak biacar oleh Allah pada hari Kiamat, tidak dipandang, dan tidak akan
disucikan oleh Allah, untuk mereka bertiga siksaan yang pedih. Mereka itu
adalah laki-laki yang isbal, orang yang mengungkit-ungkit sedekah dan orang
yang melariskan barang dagangannya dengan sumpah palsu”[26].
Dalam riwayat lain beliau -shallallahu alaihi wasallam- bersabda:
ارفع إزارك إلى
نصف الساق, فإن أبيت فإلى الكعبين, وإياك وإسبال الإزار, فإنه من المخيلة, وإن
الله لا يحب المخيلة
“Angkatlah pakaianmu sampai pertengahan betis, jika engkau
enggan maka sampai pada kedua mata kaki, dan jauhilah isbal, karena isbal itu
termasuk perbuatan sombong, dan Allah tidak menyukai kesombongan”[27].
Ibnu Muflih -rahimahullah- mengatakan:”
Imam Ahmad berkata: “(Pakaian) yang panjangnya di bawah mata kaki
tempatnya adalah neraka, tidak boleh menjulurkan sedikitpun bagian dari pakaian
melebihi itu”, perkataan Imam Ahmad ini zhahirnya
menunjukkan pengharaman”[28].[29]
10.Dianjurkan memakai pakaian berwarna putih
Rasulullah-shallallahu alaihi
wasallam-bersabda:
البسوا
من ثيابكم البياض فإنها أطهر وأطيب, وكفنوا فيها موتاكم
“Pakailah pakaian kalian yang berwarna putih, karena pakian
putih lebih suci dan bagus, dan pakiakanlah kain kafan orang meninggal dari
kalian dengan kain putih”[30].
Dalam riwayat lain Rasulullah -shallallahu
alaihi wasallam- bersabda:
البسوا
من ثيابكم البياض فإنها من خير ثيابكم , وكفنوا فيها موتاكم
“Pakailah pakaian kalian yang berwarna putih karena itu adalah
sebaik-baik pakaian kalian, dan pakaikanlah mayat kalian dengannya”[31].
[1] Tafsiir
al-Qurtubi: 9/181, tafsir surat al-A’raf:26
[2] Tafsiir
Ibn Katsiir : 2/217
[3] As-Syarhul
Mumti’ : 2/144
[4]
HR.Abu Dawud, Ahmad, an-Nasa’i, dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Abi
Dawud no.3428
[5]
HR.al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih
al-Jami’ no.1742
[6]
HR.Bukhari.no.5885
[7]
Al-Munaw i-rahimahullah- dalam Faidhul Qadiir: 5/343 mengatakan:”Imam
an-Nawawi -rahimahullah-
berkata: ”Maka
diharamkan atas laki-laki menyerupakan diri dengan wanita dan sebaliknya dalam
memakai pakaian yang menjadi ciri khas laki-laki atau perempuan itu, bahkan
orang yang melakukan ini dihukumi fasik karena ada ancaman terhadap pelakunya
dengan laknat”.
[8]
Ibnu Hajar -rahimahullah- berkata dalam Fathul Baari:
10/345:”Adapun orang yang tasyabbuhnya itu semenjak kecil/semenjak
dilahirkan, maka dia diperintah untuk berusaha untuk meninggalkan (perilakunya
yang mirip dengan perilaku laki-laki atau perempuan itu) dan berusaha terus
menerus dengan pelan-pelan, jika dia tidak berusaha meninggalkannya bahkan dia
terus-menerus berusaha supaya dia mirip laki-laki atau perempuan maka dia tercakup
dalam celaan dalam hadits di atas, apalagi kalau sikapnya menunjukkan bahwa dia
senang dengan hal itu”.
[9]
Pakaian kehinaan maksudnya pakaian yang menimbulkan kehinaan baginya pada hari
kiamat, sebagaimana dahulu di dunia dia memakai pakaian yang dengannya dia
menyombongkan diri dan angkuh kepada manusia.(Aunul Ma’bud: 6/11/51).
[10]
HR.Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih
Sunan Abi Dawud no.3399.
[11] Majmu
Fatawa : 22/138
[12]
Para ulama sepakat tentang haramnya memakai sutra bagi laki-laki sebagaiamana
dikatakan oleh Ibnu Taimiyah:” Memakai sutra itu haram bagi kaum laki-laki
berdasarkan haditsnya Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam-
dan Ijma’nya para ulama” (Majmu Fatawa: 22/143), namun ada beberapa keadaan
yang membolehkan seseorang memakai sutra ini, di antaranya:
1.
Apabila seseorang terimpa
penyakit kudis/gatal, karena sutra ini lembut, licin dan dingin sehingga bisa
mengurangi efek penyakit ini, hal ini sebagaimana kata Anas bin Malik-radiallahu
anhu-:
رَخَّصَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لِلزُّبَيْرِ وَعَبْدِ الرَّحْمَنِ فِي لُبْسِ الحَرِيرِ, لِحِكَّةٍ بِهِمَا
“Nabi -shallallahu
alaihi wasallam- telah
memberikan keringanan bagi az-Zubair dan Abdurrahman untuk memakai sutra karena
penyakit kudis/gatal yang menimpa keduanya”.(HR.Bukhari no.5839, Muslim
no.2076).
2.
Di dalam peperangan, ketika pasukan
kaum muslimin bertemu dengan pasukan kuffar, karena hal ini bisa membuat nyali
pasukan kuffar menjadi ciut dan membangkitkan kemarahan mereka.
3.
Apabila hanya selebar empat jari atau
kurang, hal ini berdasarkan hadits Umar bin Khattab-radiallahu anhu-,
dia berkata:
نهى نبي الله-صلى الله عليه وسلم-عن لبس الحرير إلا موضع إصبعين أو
ثلاث أو أربع
“Nabi-shallallahu alaihi wasallam-melarang untuk memakai
sutra kecuali hanya selebar dua jari, tiga jari atau empat jari”.(HR.Bukhari
no.5828, Muslim no.2069).
4. Apabila pakaian itu berbahan campuran antara sutra dengan katun
atau campuran antara sutra dengan wol, namun yang mendominasi adalah bahan
katun atau wol itu, maka ini tidak mengapa.(Lihat: Syarah Riadhus Shalihin
oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin: 3/62).
[13]
HR.Abu Dawud, an-Nasa’i, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih
Sunan Abi Dawud no.3422.
[14]
HR.Muslim no.2074.
[15]
HR.Bukhari no.5854, Muslim no.268.
[16] Syarah
Shahih Muslim: 2/3/131.
[17]
HR.Bukhari no.5856, Muslim no.2097.
[18]HR.Muslim
no.2098.
[19] As-Silsilah
as-Shahihah no.348
[20]
Disunnahkan bagi seorang muslim berjalan kadang-kadang tanpa memakai alas kaki,
sebagaimana dalam riwayat Fadhalah bin Ubaid -radiallahu
anhu-, dia mengatakan:
كان
النبي -صلى الله عليه وسلم- يأمرنا أن نحتفي أحيانا
“Nabi-shallallahu alaihi wasallam-memerintahkan kami
untuk kadang-kadang tidak memakai alas kaki”.(HR.Ahmad, Abu Dawud, al-Baihaqi
dalam “Syu’abul Iman”, dan dishahihkan al-Albani dalam “as-Shahihah”
no.502, “Shahih Abi Dawud” no.4160).
[21] HR.at-Tirmidzi,
Abu Dawud, dan dishahihkan al-Albani dalam Shahih Abu Dawud no.4020
[22]
HR.Abu Dawud, dihasankan oleh al-Albani dalam Shahih Abi Dawud no.4023.
[23]
HR.Ahmad, Ibnu Majah dan dishahihkan al-Albani dalam Shahih Ibn Majah
no.2879.
[24] HR.Abu
Dawud dishahihkan al-Albani dalam Shahih Abu Dawud no.4020
[25]
HR.Bukhari no.5787
[26]
HR.Muslim no.106
[27]
HR.Abu Dawud dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Abu Dawud no.4084.
[28] Al-Adaabus
Syari’ah : 3/492
[29]
Pendapat yang mengatakan isbal diharamkan walaupun tanpa ada kesombongan ini
dipegang oleh banyak ulama di antaranya al-Qadhi Iyadh, Ibnul Arabi (salah
seorang ulama madzhab Maliki), dan dari madzhab Syafi’i ada az-Dzahabi dan Ibnu
Hajar al-Asqalani cenderung menyetujui pendapat ini. Juga merupakan salah
satu pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, pendapat madzhab Zhahiriyyah, as-Shan’ani, serta para ulama masa kini yaitu
Syaikh Ibnu Baaz, al-Albani, Ibnu Utsaimin, dan inilah pendapat yang lebih
hati-hati dan sesuai dengan dalil-dalil kuat yang ada.
[30]
HR.Ahmad, an-Nasa’i, Ibnu Majah dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih
an-Nasa’i no.4915
[31]
HR.Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, al-Baihaqi dan Ahmad dishahihkan
al-Albani dalam Ahkaamul Jana’iz hlm.82
0 Response to "Cara Dan Adab Berpakaian Menurut al-Qur'an dan as-Sunnah"
Posting Komentar
Pertanyaan dan komentar, akan kami balas secepatnya-insyaallah-.