Sesungguhnya ibadah yang Allah syariatkan harus
dibangun diatas pondasi dan pokok yang kokoh dan baku agar diterima di sisi Allah. Sebagaimana secara garis
besar pondasi itu disebutkan Allah dalam al-Qur’an:
الذي خلق الموت والحياة ليبلوكم أيكم أحسن عملا
“Dialah
yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kalian siapa yang paling baik
amalnya”.(QS:al-Mulk:2). Ibnu Katsir mengatakan seraya mengomentari ayat ini:”Di
sini Allah tidak mengatakan “yang paling banyak” amalnya.(Tafsir Ibn
Katsiir:4/367).
Fudhail
bin Iyadh mengatakan tentang makna “yang paling baik amalnya” pada ayat di atas:
هُوَ
أخلص العَمل وأصوبه, قالوا: يا أبا عليّ! ما أخلصه وأصوبه؟ قالَ: إنَّ العمل إذا كانَ
خالصًا ولم يكن صوابًا لم يُقبل, وإذا كان صوابًا ولم يكن خالصًا لم يُقبل, حتَّى
يكون خالصًا وصوابًا.
“Makdusnya
amalan yang paling ikhlas dan paling benar (sesuai dengan contoh syari’at),
mereka bertanya:”Wahai Abu Ali, apa maksudnya yang paling ikhlas dan benar? Beliau
menjawab:”Apabila amal ibadah itu dilakukan ikhlas namun tidak benar (tidak
sesuai cara yang diperintahkan syari’at) maka tidak diterima, begitu pula
apabila dia benar namun tidak dilakukan ikhlas maka tidak pula diterima”.(Miftah
Daar as-Sa’adah:1/82).
Berikut
dirincikan pondasi dan dasar-dasar penting terkait masalah ibadah:
1.
Ibadah bersifat taufiqi dan harus bersumber dari musyarri’
(Yang berhak menentukan syariat) yaitu Allah ta’ala sebagaimana firman-Nya:
فَاسْتَقِمْ
كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا.
“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar,
sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta
kamu dan janganlah kamu melampaui batas”. (QS. Hud: 14)
“kemudian
Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama
itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang
yang tidak mengetahui”. (QS.al-Jatsiyah: 18)
“aku
tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku“. (QS.al-Ahqaf: 9)
2.
Ibadah harus dilakukan dalam keadaan ikhlas karena Allah ta’ala,suci
dari pengaruh kesyirikan.
فَمَنْ
كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ
بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا.
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan
Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".(QS. Al-Kahfi:
110)
Jika ibadah tercampur dengan sesuatu
kesyirikan, maka ibadah itu tidak akan bernilai. Sebagaimana firman Allah
–ta’ala-:
“Seandainya
mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah
mereka kerjakan”.(QS.al-An’am: 88)
“Dan
Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu.
"Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan
tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu, Maka hendaklah
Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu Termasuk orang-orang yang
bersyukur".(QS. Az-Zumar:65-67)
3.
Dalam ibadah hendaknya yang dijadikan panutan dan sumbernya adalah
Rasulullah –shallallahu’alaihi wasallam-. Allah ta’ala berfirman:
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu”. (QS. Al-Ahzab : 21)
وَمَا
آتَاكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا.
“Apa
yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu,
maka tinggalkanlah”. (QS. Al-Hasyar :7)
Rasulullah
–shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
مَنْ
عَمِلَ عَمَلَا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.
“Siapa
yang melaksanakan suatu amalan yang bukan termasuk urusan (agama) kami maka dia
tertolak. (HR. Muslim)
مَنْ
أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَالَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ.
“Siapa yang mengada-ada dalam perkara (agama)
kami yang bukan termasuk di dalamnya maka dia tertolak”. (HR. Bukhari dan Muslim)
صَلُّوْا
كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ.
“Shalatlah
kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”. (HR. Bukhari dan Muslim)
“Kalian
ambilah dariku manasik (haji) kalian”. (HR. Muslim)
4.
Ibadah telah ditetapkan berdasarkan waktu dan batasan-batasan yang
tidak boleh dilanggar. Misalnya shalat. Allah
ta’ala berfirman:
إِنَّ
الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتَابًا مَوْقُوْتًا
“Sesungguhnya
shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman.(QS. An-Nisa :103)
الْحَجُّ
أَشْهُرٌ مَعْلُوْمَاتٌ.
“(Masa
mengerjakan) ibadah haji itu beberapa
bulan yang telah diketahui”. (QS. Al-Baqarah : 197).
“(Beberapa
hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu”. (QS. Al-Baqarah
: 185).
5.
Ibadah harus terlaksana berdasarkan cinta kepada Allah ta’ala,
merendahkan diri, takut dan harap kepada-Nya.
“Orang-orang
yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di
antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan
takut akan azab-Nya; Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus)
ditakuti”.(QS.al-Isra :57)
Allah
ta’ala berfirman tentang para Nabi:
إِنَّهُمْ
كَانُواْ يُسَارِعُوْنَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُوْنَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا.
“Sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan)
perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan
cemas. dan mereka adalah orang-orang yang khusyu' kepada kami”.(QS. Al-Anbiya :
90)
Allah
ta’ala berfirman:
قُلْ
إِنْ كُنْتُمْ تُحِيُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللهُ وَيَغْفِرْ
لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ. قُلْ أَطِيْعُ اللهَ
وَالرَّسُوْلَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِيْنَ.
“Katakanlah:
"Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu
berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (QS.
Ali Imran : 31-32)
Allah ta’ala telah menyebutkan
tanda-tanda cinta kepada-Nya dan hasilnya. Adapun tanda-tandanya adalah
mengikuti Rasulullah, taat kepada Allah dan taat kepada Rasul-Nya. Sedangkan
buahnya adalah mendapatkan cinta Allah ta’ala, ampunan dosa dan rahmat
dari-Nya.
6.
Kewajiban ibadah tidak gugur bagi orang yang mukallaf (yang telah
mendapatkan kewajiban), semenjak dia baligh dan berakal hingga kematiannya.
Allah ta’ala berfirmaan:
وَلَا
تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
“Dan jangan sekali-kali kamu mati melainkan
dalam keadaan beragama islam”. (QS. Ali Imran :102)
وَاعْبُدْ
رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِيْنُ.
“Dan
sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu sesuatu yang diyakini (ajal)”. (QS.
al-Hijr : 99).
Dikutip dari kutaib “Haqiqatut Tasawwuf”
oleh Syaikh Shalih al-Fauzan
disertai penyesuaian dan penambahan.
0 Response to "Rambu-rambu Dalam Beribadah"
Posting Komentar
Pertanyaan dan komentar, akan kami balas secepatnya-insyaallah-.