Diriwayatkan dari Nabi-shallallahu
alaihi wasallam-beliau bersabda:
لا
يخرج الدجال حتى يذهل الناس عن ذكره و حتى تترك الأئمة ذكره على المنابر
“Dajjal tidak akan keluar sampai orang-orang telah
lalai menceritakan tentangnya dan imam-imam tidak menyebutnya lagi di atas
mimbar-mimbar”.
Derajat
Hadits
Dha’if
(lemah), mursal dan tidak bisa
dijadikan hujjah.
Takhrij
Hadits
Hadits
ini diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad dalam “Zawa’idul Musnad” (4/71,
no.16178), Ibnu Abi Ashim dalam “al-Aahaad wal Matsani” (907/170/2), dibawakan
juga oleh al-Haitsami dalam “Majma’ az-Zawa’id” (7/335), at-Thabrani
dalam “Musnad as-Syamiyin” (103/992-2/102) dari jalan Baqiyah dari
Shafwan bin Amr dari Rasyid bin Sa’ad, dia (Rasyid) berkata:
لما
فتحت اصطخر نادى مناد ألا إن الدجال قد خرج فرجع الناس, قال فلقيهم الصعب بن جثامة
قال فقال: لولا ما تقولون لأخبرتكم أني سمعت رسول الله -صلى الله عليه و سلم- يقول
فذكر الحديث.
“Ketika daerah Istakhr[1],
tiba-tiba datanglah seseorang memanggil (mengatakan): “Sesungguhnya Dajjal
telah keluar” maka orang-orangpun kembali,Rasyid berkata:”Maka as-Sha’ab bin
Jutsamah[2]
menemui mereka, dia berkata:”as-Sha’ab bin Jutsamah berkata:”Seandainya bukan
karena apa yang kalian katakana niscaya saya akan beri tahu kalian bahwa aku
pernah mendengar Rasulullah-shallallahu alaihi wasallam-bersabda:…(disebutlah
hadits di atas).
Ibnu
Hajar-rahimahullah-berkata dalam at-Tahdziib (4/386):”Ibnu Sakan
mengatakan bahwa hadits ini “Shalihul isnad” (sanadnya bagus), namun
saya katakan:”Dia mengatakan bahwa hadits ini shalihul isnad karena
semata-mata melihat tsiqahnya perawi-perawi hadits ini, namun sebenarnya Rasyid
tidak hidup sampai zamannya as-Saha’ab bin Jutsamah (tidak bertemu dengannya)”.
Syaikh
Syu’aib al-Arnaut berkata dalam ta’liq beliau terhadap“Musnad Imam
Ahmad”mengomentari hadits ini:
إسناده
ضعيف, راشد بن سعد: هو المقرائي الحمصي, لم يدرك الصعب بن جثامة, وبقية, وهو أبن
الوليد يدلس ويسوي, وهو وإن صرح بسماعه من شيخه صفوان بن عمرو عند ابن أبي عاصم, إن
مثله يحتاج إلى التصريح في جميع طبقات الإسناد, ثم إنه انفرد به وهو ممن لا يحتمل
تفرده.
“Sanad hadits ini dha’if, Rasyid bin Sa’ad dia
adalah al-Muqra’I al-Himshi, tidak pernah hidup sezaman dengan as-Sha’ab bin
Jutsamah, adapun Baqiyah dia adalah Baqiyah ibnul Waliid mudallis,
walaupun di sini dia menyatakan secara gamblang dia mendengar langsung dari
gurunya yaitu Shafwan bin Amr dalam riwayat Ibnu Abi Ashim[3],
namun orang seperti dia (jika mau menshahihkan haditsnya) membutuhkan tashriih
(mendengar secara gamblang) dalam setiap tingkatan sana, kemudian dia juga
bersendirian dengan riwayat ini, sedangkan dia tidak bisa bersendirian dalam
hal ini”.
Di antara
hal yang ikut menguatkan pendapat bahwa hadits ini mursal (Rasyid tidak
pernah sezaman dengan as-Sha’ab), bahwa as-Sha’ab bin Jutsamah meninggal di
masa khilafah Utsman (ini jika kita ambil pendapat terjauh[4]),
sedangkan para ulama berbeda pendapat tentang bertemu atau tidaknya Rasyid
dengan Tsauban-radiallahu anhu-padahal Tsauban tahun wafatnya jauh dibanding as-Sha’ab,
dia (Tsauban) meninggal tahun 54 H, Rasyid bin Sa’ad ini wafat tahun 113 H,
jadi dengan sahabat yang meninggalnya lebih akhir (Tsauban) saja pertemuannya
diragukan apalagi dengan sahabat yang meninggalnya jauh lebih dahulu (as-Sha’ab
bin Jutsamah).
رواه
عبد الله بن أحمد من رواية بقية عن صفوان بن عمرو و هي صحيحة كما قال ابن معين و
بقية رجاله ثقات.
“Diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad dari
Baqiyah dari Shafwan bin Amr dan riwayat ini shahih, sebagaimana dikatakan oleh
Ibnu Ma’in dan perwai-perawi lainnya adalah tsiqah”. Namun sebagaimana
dikatakan Ibnu Hajar bahwa tsiqahnya para perawi dan seandainya tidak terdapat
tadlis pada Baqiyah tidak membuat status
mursal-nya hilang.
Kemudian
ada illat (cacat) lain yang membuat hadits ini dha’if, yaitu perbedaan
perawi yang meriwayatkan dari Baqiyah, dalam riwyat Musnad Ahmad Haiwah bin
Syuraih dan Abdul Wahhab bin Najdah al-Huthi meriwayatkannya dari Baqiyah,
dalam riwyat Ibnu Qani’ dalam Mu’jam as-Shahabah (686) bahwa Umar bin
Utsman meriwayatkan dari Baqiyah, namun dengan lafadz yang agak berbeda,
dikwatirkan ini tanda ikhtilath (ketidak jelasan) periwayatn yang dilakukan
oleh Baqiyah sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Mubarak tentangnya:
يكتب
عمن أقبل و أدبر
“Dia meriwayatkan dari semua orang (tidak memilih)”. Allahu A’lam.
[1]
Sebuah kota tua di wilayah selatan Iran, sekarang menjadi tempat bersejarah.
[2]
As-Sha’ab bin Jutsamah, salah seorang sahabat mulia nama beliau As-Sha’ab bin
Jutsamah bin Qais bin Rabi’ah al-Kinani al-Laitsi, ibunya adalah Zainab bin
Harb bin Umayyah saudari Abu Sufyan, para ulama berbeda pendapat tentang kapan
dia meninggal, dalam “Usdul Ghabah”(2/18) dikatakan:”Meninggal pada masa
khilafah Abu Bakr”, Ibnu Hajar berkata dalam “al-Ishabah” (2/39):” Ada yang
mengatakan dia meninggal pada masa khilafah Abu Bakr, ada pula yang mengatakan
meninggal di akhir khilafah Umar-ini dikatakan oleh Ibnu Hibban-, ada juga yang
mengatakan dia meninggal pada masa khilafah Utsman dan ikut menaklukkan kota
Istakhr...”.
[3] Dalam
“al-Aahaad wal Matsani” sebagimana di atas.
[4] Lihat
foot note no.2
[5] Perkataan
al-Haitsami ini pula yang membuat Syaikh al-Albani menshahihkan hadits ini
dalam “Qisshatul Masiih ad-Dajjal” hlm.30.
0 Response to "Hadits Dha'if Tentang Dajjal"
Posting Komentar
Pertanyaan dan komentar, akan kami balas secepatnya-insyaallah-.