Jimak Hari Jum'at Berpahala Besar?

hubungan suami istri hari jumat berpahala
Rasulullah-shallallahu alaihi wasallam-bersabda:


من غسل واغتسل يوم الجمعة, وبكر وابتكر, ومشى ولم يركب, فدنا من الإمام فاستمع ولم يلغ, كان له بكل خطوة عمل سنة أجر صيامها وقيامها.

“Barangsiapa yang (menjimak istrinya) lalu dia mandi (janabah), lalu dia bersegera (pergi jum’atan), dengan berjalan tidak berkendara, lalu dia (duduk) dekat imam, lantas dia mendengarkan (khutbah imam) dan tidak mengucap ucapan yang sia-sia, maka untuk setiap satu langkah (yang dia langkahkan) diganjar pahala seperti beramal ibadah setahun penuh, yaitu pahal amal ibadah berupa puasa dan shalat malamnya”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi dihasankan oleh an-Nasa’i, Ibnu Majah, dan selain mereka, dishahihkan oleh al-Albani, lihat: “Shahih at-Targhib wat Tarhib” no.687.

Makna Hadits

((من غسل واغتسل يوم الجمعة))

Para ulama berbeda pendapat tentang makna potongan hadits yang mulia ini, di antara makna yang disebutkan para ulama bahwa maknanya adalah pada hadits ini ada anjuran untuk menjimak istri sebelum berangkat jum’atan di sebutkan di antaranya oleh Ibnul Atsiir[1]:
o   Banyak para ulama yang berpendapat bahwa makna potongan hadits ini:”Barangsiapa yang melakukan jima dengan istrinya sebelum keluar jum’atan (lalu mandi janabah) pada hari jum’at….”. karena dengan ini seorang laki-laki akan lebih mampu menundukkan pandangan ketika berjalan ke masjid untuk shalat jum’at, pendapat ini dipegang oleh Waqi’[2] dan Imam Ahmad.
Ibnu Rajab-rahimahullah-mengatakan:”Inilah pendapat yang kuat dari Imam Ahmad, Imam Ahmad menceritakan bahwa ini juga pendapat yang dipegang oleh banyak ulama tabi’in seperti: Hilal bin Yusaf, Abdurrahman bin Aswad, bahkan diriwayatkan dari Abdurrahman bin Aswad dia mengatakan:

كان يعجبهم أن يواقعوا النساء يوم الجمعة ؛ لأنهم قد أمروا أن يغتسلوا وأن يغسلوا ، وهو قول طائفة من الشافعية

“Mereka suka menjimak istri-istri mereka pada hari jum’at, karena mereka diperintah (dalam hadits ini) untuk mandi (janabah), dan ini adalah pendapat sekelompok ulama syafi’iyah”[3].
Pendapat ini diperkuat oleh sebuah riwayat lemah yang dibawakan Imam al-Baihaqi yang berbunyi:

أيعجز احدكم  ان يجامع  أهله  في كل جمعة  فإن له  أجرين اثنين  أجر غسله وأجر غسل امرأته

“Apakah salah seorang dari kalian tidak mampu untuk menjimak istrinya setiap hari jum’at, karena baginya ada dua pahala: pahala mandi janabahnya sendiri dan mandi janabah istrinya”[4].
Imam al-Baihaqi mengatakan:

ففي روايات بقية نظر فإن صح ففيه المعنى المنقول في الخبر ، وأيضا فإنه إذا فعل ذلك كان أغض للبصر حال الرواح الى الجمعة ففي القديم كن النساء يحضرن الجمعة

“Dalam periwayatan Baqiyah (salah satu perawi hadits ini) ada kelemahan, jika riwayat ini shahih maka makna yang dikandungnya benar, namun juga orang yang mengerjakan hal ini (menjimak istri sebelum jum’atan, akan lebih menundukkan pandangannya ketika pergi jum’atan, karena dahulu para wanita juga ikut jum’atan”[5].
o   Pendapat kedua: maknanya adalah:”Barangsiapa yang membuat orang lain (istrinya) mandi janabah (dengan menjimaknya) lalu dia juga mandi maka…..” karena apabila seorang suami menjimak istrinya berarti dia telah mengharuskannya untuk mandi janabah, pendapat ini disebutkan oleh Ibnu Khuzaimah[6].
Ala kulli haal, walaupun para ulama berbeda pendapat tentang makna potongan hadits ini, maka ada hadits shahih yang menunjukkan bahwa melakukan hubungan suami istri adalah berpahala jika orang yang melakukannya itu meniatkan kebaikan dan untuk menjaga kehormatannya, Rasulullah bersabda:

...وفي بضع أحدكم صدقة

“…Seseorang dari kalian menjimak sitrinya, itu dihitung shadaqah”[7].
Imam an-Nawawi berkata dalam mensyarah hadits ini:

فالجماع يكون عبادة إذا نوى به قضاء حق الزوجة ومعاشرتها بالمعروف الذي أمر الله تعالى به, أو طلب ولد صالح, أو إعفاف نفسه أو إعفاف الزوجة, ومنعهما جميعا من النظر إلى حرام أو الفكر فيه أو الوهم به, أو غير ذلك من المقاصد الحسنة.

“Menjimak (istri itu) menjadi ibadah jika seseorang meniatkan untuk memenuhi hak istri dan mempergaulinya dengan baik sebagaimana diperintahkan oleh Allah, atau dengan tujuan untuk memperoleh anak shalih, atau menjaga kehormatan dirinya atau menjaga kehormatan istrinya, dan mencegah mereka berdua dari melihat yang haram, memikirkan dan mengkhayalkannya atau tujuan-tujuan kebikan yang lainnya”.


[1] Lihat an-Nihayah fi Gharibil Hadits: 3/367
[2] Al-Kasmiri mengatakan dalam al-Arfus Syadza 2/49:
قوله: (غسل) قال وكيع: مراده أنه جامع, وقال ابن المبارك: غسل الرأس.
“Sabda beliau (Ghassala), maknanya adalah: Menjimak (istrinya), namun Ibnul Mubarak mengatakan:”Maknanya mencuci rambut (bukan menjimak istri)”.
[3] Fathul Baari Syarah Shahih al-Bukhari oleh Ibnu Rajab: 8/90.
[4] Setidaknya ada 3 illat pada hadits ini:
1.       Baqiyyah sebagaimana disinggung oleh al-Baihaqi.
2.       Yazid bin Sinan, Ibnul Madini berkomentar tentang Yazid ini:”Haditsnya dha’if”, an-Nasa’I mengatakan:”Dia itu dha’if dan haditsnya matruk”.
3.       Perawi lainnya adalah Abu Utbah, didha’ifkan oleh Muhammad bin Auf at-Tha’I, Ibnu Adi mengatakan:”Dia tidak bisa dijadikan hujjah”(Lihat: Mizanul I’tidal: 1/272).
[5] Syu’abul Iman :6/250
[6] Ada total empat pendapat yang disebutkan oleh Ibnul Atsiir dalam an-Nihayah, namun dalam artikel singkat ini kami menyebutkan dua di antaranya saja.
[7] HR.Muslim no.720, 1006.

0 Response to "Jimak Hari Jum'at Berpahala Besar?"

Posting Komentar

Pertanyaan dan komentar, akan kami balas secepatnya-insyaallah-.