الحَكَمَةُ:
ما أحاط بحَنَكَي الفرس, سُمِّيت بذلك, لأنَّها تمنعه من الجري الشَّديد, وتُذلِّل
الدَّابَّة لراكبها, حتى تمنعها من الجِماح, ومنه اشتقاق الحِكْمَة, لأنَّها تمنع
صاحبها من أخلاق الأراذل.
“al-Hakamah: adalah tali yang
melingkari mulut kuda, di namakan demikian karena tali yang di namakan “al-Hakamah”
itu mengontrol kuda tersebut supaya tidak lari kencang, memudahkan penunggang
kuda mengendalikan kuda itu, mengendalikannya supaya tidak liar. Dari sinilah
kata “al-Hikmah” itu diambil, karena “al-Hikmah” itu menghalangi seseorang dari melakukan
akhlak-akhlak yang jelek dan hina.”[1]
Ibnul
Qayyim-rahimahullah-mengatakan tentang makna “al-Hikmah”:
الحِكْمَة:
فعل ما ينبغي, على الوجه الذي ينبغي, في الوقت الذي ينبغي.
“Al-Hikmah adalah: melakukan sesuatu yang
tepat/pantas, dengan cara yang tepat/pantas, pada waktu yang tepat/pantas.”[2]
Abu
Isma’il al-Harawi-rahimahullah-mengatakan:
الحِكْمَة:
اسم لإحكام وضع الشيء في موضعه.
“al-Hikmah
adalah kata yang dipakai untuk mengungkapkan dilakukan sesuatu dengan
tepat/benar dan diletakkan pada tempatnya.”[3]
Orang
yang mempunyai sifat “al-Hikmah” ini disebut “al-Hakiim”.[4]
Contoh
sifat “al-Hikmah” pada Diri Orang-orang Shalih
Dari
Abu Hurairah-radiallahu anhu-Rasulullah-shallallahu
alaihi wasallam-bersabda:
بينما
امرأتان معهما ابنان لهما, جاء الذئب فأخذ أحد الابنين, فتحاكمتا إلى داود, فقضى
به للكبرى, فخرجتا فدعاهما سليمان, فقال: هاتوا السِّكين أشقُّه بينهما, فقالت
الصُّغرى: يرحمك الله, هو ابنها, لا تشقَّه, فقضى به للصُّغرى.
Dahulu
ada dua orang perempuan bersama anak mereka, lalu tiba-tiba datang seekor
serigala lalu mengambil salah anak salah satu dari dua perempuan tadi, lalu
merekapun mengadukan permasalahan mereka kepada Nabi Dawud, maka Nabi Dawudpun
memutuskan bahwa anak kecil yang masih tertinggal itu adalah milik salah
seorang perempuan yang lebih tua, mereka berduapun keluar, lalu Nabi Sulaiman
memanggil mereka, lalu beliau berkata:”Ambilkan aku sebilah pisau untuk
membelah dua anak ini, lalu perempuan yang lebih muda itu mengatakan:”Semoga
Allah merahmatimu, anak ini adalah miliknya, jangan engkau membelahnya. Maka diputuskanlah
bahwa anak itu milik perempuan yang lebih muda.”[5]
Akhirnya,
Nabi Sulaiman-alaihis salam-memutuskan bahwa anak itu adalah milik wanita yang
lebih muda. Nabi Sulaiman-alaihis salam-sama sekali tidak bermaksud
sungguh-sungguh ingin membelah bayi itu. Akan tetapi, beliau ingin mengetahui
lebih jelas. Ibu bayi yang sesungguhnya tentu tidak rela bayi itu mati. Dia
lebih suka bayi itu tetap hidup terpelihara walaupun tidak berada di sisinya.
Adapun yang bukan ibu si bayi, tentu tidak keberatan bayi itu dibelah dua,
sebab dengan demikian, mereka berdua sama-sama kehilangan bayi.
di sini Nampak bagaimana hikmah dan kecerdasan Nabi Sulaiman-alaihis salam-.
di sini Nampak bagaimana hikmah dan kecerdasan Nabi Sulaiman-alaihis salam-.
Dari
A’isyah-radiallahu anha-,
Rasulullah-bersabda:
لقد
لقيت من قومك ما لقيت, وكان أشدُّ ما لقيت منهم يوم العقبة, إذ عرضت نفسي على ابن
عبد ياليل بن عبد كلال, فلم يجبني إلى ما أردت, فانطلقت وأنا مهموم على وجهي, فلم
أستفق إلا وأنا بقَرْن الثَّعالب, فرفعت رأسي, فإذا أنا بسحابة قد أظلَّتني, فنظرت,
فإذا فيها جبريل, فناداني,
فقال: إنَّ الله قد
سمع قول قومك لك, وما ردُّوا عليك, وقد بعث إليك ملك الجبال لتأمره بما شئت فيهم.
فناداني ملك الجبال فسلَّم عليَّ, ثم قال: يا محمد, فقال ذلك فيما شئت أن أُطْبِق
عليهم الأخشبين. فقال النَّبي صلى الله عليه وسلم: بل أرجو أن يُخرج الله من
أصلابهم من يعبد الله وحده, لا يشرك به شيئًا.
” Sungguh aku banyak merasakan gangguan
(perlakuan jahat) dari kaummu. Dan gangguan paling berat yang datang dari
mereka adalah ketika kejadian pada hari Al-Aqabah ketika aku menawarkan diriku
kepada Ibnu ‘Abdi Yalil bin ‘Abdi Kulal namun dia tidak mau memenuhi
keinginanku. Lalu aku pergi dengan wajah sedih, aku tidak sadar kecuali aku
telah berada di Qarnu ats-Tsa’aalib. Aku mengangkat kepalaku ternyata aku
berada di bawah awan yang menaungiku, dan ternyata di atasnya ada Jibril-alaihissalam-, lalu dia memanggilku seraya
berkata:“Sesungguhnya Allah mendengar ucapan kaummu terhadapmu dan apa bantahan
mereka kepadamu. Dan Dia (Allah) telah mengutus kepadamu Malaikat penjaga
gunung, untuk kamu perintahkan sesuai kehendakmu terhadap mereka.” Kemudian
Malaikat penjaga gunung memanggilku, lalu memberi salam kepadaku kemudian
berkata:“Wahai Muhammad, apa yang kamu inginkan katakanlah. Jika kamu ingin aku
akan timpakan kepada mereka dua gunung Akhsyab (niscaya akan aku lakukan).”
Maka Nabi-shallallahu
alaihi wasallam-menjawab-:”
Tidak (aku tidak ingin itu), akan tetapi aku berharap kepada Allah bahwa akan
terlahir dari tulang sulbi mereka orang-orang yang menyembah Allah semata dan
tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.”[6]
[1] Lihat
lebih lengkap : Al-Qamuus al-Muhith hlm.1415, Lisanul Arab : 12/143, Mukhtar
as-Shihah hlm.62, an-Nihayah fi Gharibil Hadits :1/119, al-Mishbahul Munir oleh
al-Fayumi : 1/145, Taajul Aruus oleh az-Zabidi : 8/253, al-Mu’jamul Wasiith :
1/19
[2]
Madarij as-Saalikin : 2/449
[3]
Manazil as-Sa’iriin hlm.78
[4] Di
antara makna kata “al-Hikmah” dalam al-Qur’an:
1. As-Sunnah, misalnya dalam firman-Nya:
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ
آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ
“Ya Rabb kami utuslah untuk
mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan mereka
ayat-ayat-Mu dan mengajarkan mereka al-Kitab (al-Qur’an) dan al-Himah
(as-Sunnah).”(al-Baqarah : 129).
Ibnul Qayyim-rahimahullah-mengatakan:
الحِكْمَة في كتاب الله نوعان: مفردة, ومقترنة بالكتاب, فالمفردة
فُسِّرت بالنُّـبُوَّة, وفُسِّرت بعلم القرآن.... وأما الحِكْمَة المقرونة بالكتاب,
فهي السُّنَّة, كذلك قال الشافعي وغيره من الأئمة, وقيل: هي القضاء بالوحي, وتفسيرها
بالسُّنَّة أعم وأشهر.
“Kata “al-Hikmah” dalam al-Qur’an ada dua macam: ada yang
disebutkan sendirian dan ada yang disebutkan dengan disertai dengan kata
al-Kitab (al-Qur’an), jika disebutkan sendirian maka ditafsirkan dengan
an-Nubuwwah (kenabian), kadang juga ditafsirkan dengan ilmu al-Qur’an…adapun
jika “al-Hikmah” digandengkan dengan kata al-Kitab (al-Qur’an) maka maknanya
adalah as-Sunnah, demikianlah yang dikatakan oleh Imam as-Syafi’I dan imam-imam
yang lainnya, walaupun ada pula yang mengatakan: (makna “al-Hikmah” yang
digandengkan dengan al-Kitab) adalah menyelesaikan permasalahan dengan wahyu,
namun makna yang lebih masyhur adalah menafsirkannya dengan as-Sunnah.(Tafsiir
al-Qur’an al-Adziim (at-Tafssir al-Qayyim) oleh Ibnul Qayyim hlm.231).
2. Kefaqihan dan pemahaman terhadap syari’ah, sebagaimana dalam
firman-Nya:
يُؤتِي الْحِكْمَةَ مَن يَشَاء وَمَن يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ
أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا
“Allah
menganugerahkan al-Hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki, dan barangsiapa yang
diberi al-Hikmah maka dia telah diberi karunia yang banyak.”(al-Baqarah:269).
Dalam ayat
lain:
وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ
“Dan kami telah member
Luqman itu al-Hikmah, supaya dia bersyukur kepada Allah.”(Luqman:12).
Syaikh
as-Sa’di-rahimahullah-mengatakan tentang al-Hikmah dalam ayat di atas:
وهي العلم بالحقِّ على وجهه وحِكْمَته, فهي العلم بالأحكام, ومعرفة ما
فيها من الأسرار والإحكام.
“Yaitu mengetahui kebenaran dengan sebenarnya dan kebijakannya,
yaitu mengetahui hokum-hukum (syari’at), mengetahui rahasia-rahasia dan
ketepatannya.”(Tafsiir as-Sa’di hlm.648).
Dalam ayat lain, Allah
berfirman:
ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ
وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan al-Hikmah dan penjelasan yang baik, dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik.”
Al-Qaasimi
dalam “Mahasin at-Ta’wiil” mengatakan:
بِالْحِكْمَةِ: أي بالمقالة
المحْكَمة الصَّحيحة, وهو الدَّليل الموضِّح للحقِّ، المزيح للشُّبهة.
“Dengan al-Hikmah: maksudnya dengan perkataan yang tegas dan
benar, yaitu dalil yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan syubhat
(kerancuan).” (Mahasin at-Ta’wiil : 6/422).
[5]
Al-Bukhari no.6769, Muslim no.1720.
[6]Al-Bukhari
no.3059, Muslim no.4754
0 Response to "Al-Hikmah"
Posting Komentar
Pertanyaan dan komentar, akan kami balas secepatnya-insyaallah-.