Ada
sebuah pertanyaan berbunyi:”Bagiamana hukum menjama’ shalat Ashar dengan shalat
Jum’at bagi orang yang musafir?
Syaikh
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin-rahimahullah-berkata:
“Tidak
boleh menjama’ shalat Ashar dengan shalat Jum’at padahal pada keadaan yang lain
dibolehkan, seandainya ada seorang musafir lewat di sebuah daerah lalu dia
shalat Jum’at bersama penduduk daerah itu maka tidak boleh dia menjama’ shalat
Ashar dengan Jum’atnya…
Dalil
apa yang kami katakana ini adalah firman Allah:
إِنَّ
الصَّلاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَاباً مَوْقُوتاً
“Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang
ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.(QS:an-Nisa’:103).
Waktunya
yang disebutkan Allah pada ayat di atas dijelaskan oleh Allah secara global
pada ayat yang lain:
أقِمِ
الصَّلاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ
الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوداً
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari
tergelincir sampai gelap malam (dan dirikanlah pula shalat) subuh,
sesungguhnya shalat Subuh itu disaksikan (oleh para mala’ikat)”.(QS:al-Isra’:78).
(غَسَقِ اللَّيْلِ) maksudnya
datangnya gelap malam yang sangat yaitu tengah malam, waktu ini (dari matahari
tergelincir sampai gelap malam yang sangat yaitu:tengah malam) mencakup empat
shalat: Dzuhur, Ashar, Maghrib dan Isya’ dikumpulkan pada satu batasan waktu
(dari matahari tergelincir sampai gelap malam yang sangat yaitu tengah malam),
hal ini karena tidak ada pemisah antara waktu-waktu shalat tersebut, setiap
kali satu di antara empat shalat tadi habis waktunya maka waktu shalat
berikutnya telah datang, oleh karena itu waktu shalat subuh (pada ayat tadi)
dipisah karena ada pemisah waktu antara waktu subuh dengan waktu isya’ serta
waktu dzhuhur.
As-Sunnah
telah menjelaskan waktu-waktu shalat ini dengan terperinci dalam hadits
Abdullah bin Amr, Jabir dan selain mereka, yaitu: waktu Dzuhur dari
tergelincirnya matahari sampai apabila bayangan suatu benda sama dengan
aslinya, waktu Ashar dari mulai apabila bayangan suatu benda sama dengan
aslinya sampai tenggelamnya matahari namun ketika matahari telah menguning itu
waktu darurat, waktu maghrib dari tenggelamnya matahari sampai hilangnya mega
merah dilangit, waktu Isyah dari hilangnya syafaq (mega) merah di langit
sampai tengah malam, waktu Shubuh dari terbitnya fajar sampai terbitnya
matahari, ini adalah batasan yang dibuat Allah terkait waktu shalat yang telah
termaktub dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.
Oleh
karena itu barangsiapa yang melakukan shalat sebelum waktu yang ditentukan dalam
al-Qur’an dan as-Sunnah maka ia berdosa dan shalatnya tertolak, karena Allah
berfirman:
وَمَنْ
يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Barangsiapa yang melampaui batasan-batasan Allah, maka mereka
itulah orang-orang yang dzalim”.(QS:al-Baqarah:229).
Begitu juga sabda Rasulullah-shallallahu
alaihi wasallam-:
من
عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد
“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan
yang tidak ada perintahnya maka amalannya itu tertolak”. Begitu pula halnya
apabila shalat itu dilakukan apabila telah berakhir waktunya.
Dari
itu orang yang melakukan shalat Dzuhur sebelum matahari tergelincir maka
shalatnya tertolak, barangsiapa yang shalat Ashar sebelum bayangan suatu benda
sama seperti aslinya maka shalatnya tidak sah dan dia wajib menqada’nya kecuali
ada uzur syar’i yang membolehkannya untuk menjama’nya dengan jama’ taqdim
dengan Dzuhur…(begitu juga shalat-shalat lainnya).
Maka
bisa diketahui bahwa barangsiapa yang menjama’ shalat Ashar dengan Jum’at dia
telah melakukan shalat Ashar itu sebelum waktunya yaitu apabila bayangan
sesuatu telah sama dengan aslinya dan shalat Asharnya itu tidak sah[1].
Syaikh
al-Utsaimin menjelaskan bahwa hukum asal shalat Ashar juga shalat-shalat fardhu
lainnya adalah wajib dilakukan pada waktu-waktu yang telah ditentukan oleh
syari’at, tidak boleh dilakukan pada waktu selain yang telah ditentukan kecuali
jika ada dalil syar’i yang menunjukkannya, beliau mengatakan:
فإذا
قال القائل: ما الدليل على منع جمع العصر مع الجمعة؟
قلنا:
ما الدليل على جوازه؟ فإن الأصل وجوب فعل صلاة العصر في وقتها خولف هذا الأصل في
جمعها عند وجود سبب الجمع فبقي ما عداه على الأصل, وهو منع تقديمها على وقتها.
“Apabila ada yang berkata:”Apa dalil tentang
dilarangnya menjama’ antara Ashar dan Jum’at?
Kita
katakan:”(Justru kami yang bertanya) apa dalil bolehnya menjama’ antara Ashar
dan Jum’at?, karena hukum asalnya: wajibnya mengerjakan shalat Ashar pada waktu
yang telah ditentukan, hukum asal ini dilanggar (ashar boleh dijama’) jika ada
sebab jama’ (yang dibolehkan syari’at), adapun yang selainnya maka tetap
diberlakukan hukum asal, yaitu dilarang mengerjakan shalat Ashar ini sebelum
masuk waktunya”[2].
Syaikh
Abdul Aziz bin Baaz pernah ditanya:
سافرت
إلى مكة المكرمة لأداء العمرة وأدركتني صلاة الجمعة وأنا بالقرب من إحدى المدن على
الطريق وصليت الجمعة مع المسلمين في الجامع وبعد أداء الصلاة وحيث إني مسافر أقمت
وصليت العصر فهل عملي هذا جائز؟ أفتونا مأجورين.
الحمد
لله...
ليس
هناك دليل فيما نعلم يدل على جواز جمع العصر مع الجمعة, ولم ينقل ذلك عن النبي صلى
الله عليه وسلم ولا عن أحد من أصحابه رضي الله عنهم, فالواجب ترك ذلك, وعلى من فعل
ذلك أن يعيد صلاة العصر إذا دخل وقتها, وفق الله الجميع.
“Aku melakukan safar ke Makkah al-Mukarramah
untuk menunaikan umrah, lalu aku mendapati shalat Jum’at sedangkan aku berada
dekat dengan salah satu kota di tengah perjalanan, akupun shalat Jum’at bersama
kaum muslimin di masjid Jami’, lantas setelah shalat Jum’at, karena saya
musafir maka sayapun shalat Ashar (menjama’nya dengan Jum’at), apakah hal yang
saya lakukan ini dibolehkan? Mohon beri kami fatwa-semoga anda diberi pahala-“.
Jawaban:
Al-Hamdulillah…
Sepengetahuan
kami tidak ada dalil yang menunjukkan bolehnya menjama’ antara shalat Ashar
dengan shalat Jum’at, hal ini (menjama’ Ashar dengan Jum’at) tidak pernah
dilakukan oleh Nabi-shallallahu alaihi wasallam-, juga para sahabat
beliau-radiallahu anhum-, yang harus kita lakukan adalah meninggalkan
hal itu (menjama’ Ashar dengan Jum’at), orang yang melakukan hal tersebut
hendaknya mengulang shalat Asharnya jika telah masuk waktunya, semoga Allah
memberi kita semua taufiq”[3].
NB:
Sepertinya
masalah hukum menjamak shalat Ashar dengan Jum’at adalah masalah ijtihadiah
yang muktabar karena beberapa ulama membolehkan hal ini seperti Imam an-Nawawi
dalam “Raudhatut Thalibin”:1/400, di antara alasannya: karena masalah ini
berkaitan dengan dua waktu yang akan dijadikan satu waktu, dan tidak ada
hubungannya dengan shalat tertentu.(lihat: Ahkamus Syitaa’ hlm.52 oleh Syaikh
Ali bin Hasan al-Halabi-hafidzahullah-.
[1] Majmu’
Fatawa Ibnu Utsaimin (15/371-375).
[2]
Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin (15/371-375).
[3]
Majmu’ Fatawa wa Maqalaat Mutanawwi’ah (12/300).
0 Response to "Menjama' Shalat Asar dengan Shalat Jum'at?"
Posting Komentar
Pertanyaan dan komentar, akan kami balas secepatnya-insyaallah-.