Sebagai hamba Allah ta’ala,semua manusia dalam kehidupan di
dunia ini tidak luput dari berbagai macam musibah dan malapetaka,adapun mengenai hakekat
makna musibah,Ibnu Hajar berkata:”Kata musibah dalam bahasa Arab berasal dari
kata yang bermakna lemparan dengan anak panah,kemudian kata ini digunakan untuk
setiap bencana dan malapetaka” yang menimpa manusia,secara sederhana bisa kita
katakan bahwasanya musibah adalah suatu hal yang menyebabkan manusia kehilangan
nikmat-nikmat Allah yang dianugrahkan kepadanya,baik berupa anak,orang
tua,saudara,harta,sakit yang menimpanya atau hal-hal yang serupa dengan
itu(Syarah Kitab at-Tauhid oleh Syaikh al-Ghunaiman).Diterpanya manusia dengan
berbagai musibah ini merupakan sunnatullah yang berlaku bagi setiap insan,yang
beriman maupun kafir,namun perbedaan yang sangat jelas antara musibah yang
menimpa seorang mukmin dan seorang yang kafir,seorang yang kafir apabila
terkena musibah maka dikarenakan ketiadaan imannya kepada Allah dia tidak akan
mendapat apa-apa,bahkan sama saja dia dapat musibah atau tidak,adapun seorang
mukmin apabila tertimpa oleh musibah maka ada beberapa keadaan,di antaranya:
·
Terkadang musibah itu untuk meninggikan derajat dan
memperbesar pahala,hal ini sebagiamana yang Allah lakukan kepada para nabi,rasul,dan
hamba-hamba-Nya yang shaleh,Sa’ad bin Abi Waqqas bertanya kepada
Rasulullah,siapa manusia yang berat cobaannya? Beliau menjawab:
أَشَدُّ النَّاسِ بَلاَءً الْأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالْأَمْثَلُ
“Manusia
yang paling berat cobaannya adalah para nabi,kemudian yang semisal
mereka,kemudian yang semisal”(HR.al-Hakim,at-Tirmizy,an-Nasa’I,Ibnu Majah).
·
Terkadang musibah itu bermaksud untuk menghapuskan
dosa-dosa,sebagaiamana firman Allah:
مَنْ يَعْمَلْ سُوْءًا يُجْزَبِهِ
“Barangsiapa
yang mengerjakan keburukan niscaya akan diberi balasan akibat keburukan
itu”(an-Nisa:123).
مَا يُصِيْبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ
حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةُ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَاللهُ
بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah
seorang muslim ditimpa musibah dalam bentuk
kelelahan,sakit,kesusahan,kesedihan,gangguan dan kecemasan,melainkan Allah
menghapuskan segala kesalahan dan dosanya dengan musibah itu,hingga duri yang
menusuknya juga sebagai penghapus dosa”(HR.al-Bukhari:5318).
·
Terkadang musibah itu adalah azab yang disegerakan
karena kemaksiatan dan tidak segeranya seseorang itu bertaubat kepada
Allah,dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda:
إِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوْبَةَ
فِي الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ
حَتَّى يُوَافِيَهُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Apabila
Allah menghendaki kebaikan pada hamba-Nya,disegerakanlah hukuman baginya di
dunia,jika Allah menghendaki kejelekan pada hamba-Nya,Allah akan menahan dia
lantaran dosa-dosanya hingga dibalas secara sempurna kelak di hari
kiamat”(HR.at-Tirmizy,no.2396).
Dalam menghadapi musibah ini para ulama menyebutkan beberapa
hal yang bisa meringankan beban,kesedihan serta kesusahan yang dihadapi seorang
hamba akibat musibah yang sedang menderanya:
1.
Hendaknya dia mengetahui bahwasanya apa yang
menimpanya merupakan takdir Allah,dan bahwasanya hal itu telah tertulis di
dalam kitab sebelum dia diciptakan,Allah berfirman:
“Katakanlah:sekali-kali tidak akan
menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami,Dialah
pelindung kami,dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus
bertawakkal”(at-Taubah:51)
Dalam yang lain Allah berfirman:
“Tidak ada suatu musibahpun yang
menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah,dan barangsiapa yang beriman kepada
Allah,niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya,dan Allah maha
mengetahui segala sesuatu”(at-Taghabun:11).
Alqamah berkata mentafsirkan:
“Dan barangsiapa yang beriman kepada
Allah,niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya”
Yaitu “seseorang yang ditimpa musibah
lalu dia sadar bahwa itu dari Allah maka diapun rela dan menerima dengan lapang
dada” (Tafsir Ibnu Jarir 28/123,Ibnu Katsir:8/163)
Ali bin Abi Thalib berkata
sebagaimana dalam kita ar-Ridha oleh Ibnu Abiddunya 29):
“Barangsiapa yang rela dan menerima
takdir Allah maka takdir itu akan berlalu dan dia diberi pahala,namun
barangsiapa yang tidak menerima dan tidak rela dengan takdir Allah maka musibah
itu tetap terjadi dan dia tidak mendapat pahala”.
Salah seorang ulama salaf berkata
ketika mengunjungi seorang yang terkena musibah:
إِذَا صَبَرْتَ فَهِيَ مُصِيْبَةٌ وَاحِدَةٌ وَإِنْ لَمْ تَصْبِرْ فَهُمَا
مُصِيْبَتَانِ
“Jika engkau sabar maka yang terjadi
adalah satu musibah,namun jika engkau tidak bersabar dan menentang takdir Allah
maka engkau mendapat dua musibah”.
2.
Mengingat kematian dan cepatnya manusia akan berpindah
dari negeri dunia ini.
Rasulullah-shallallahu alaihi
wasallam-bersabda:
أَكْثِرُوْا مِنْ ذِكْرِ هَاذِمِ الَّلذَّاتِ فَمَا ذَكَرَهُ عَبْدٌ قَطُّ
وَهُوَ فِيْ ضِيْقٍ إِلَّا وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ وَمَا ذَكَرَهُ عَبْدٌ وَهُوَ فِيْ
سَعَةٍ إِلَّا ضَيَّقَهَا اللهُ عَلَيْهِ
“Perbanyaklah kalian mengingat
pemutus segala kenikmatan (kematian) karena tidaklah kematian itu diingat oleh
seorang hamba sedangkan dia berada dalam kesempitan melainkan akan diperluaskan
untuknya,dan tidaklah seorang hamba berada dalam keluasan lalu dia mengingatnya
melaiankan akan disempitkan kepadanya”(Shahihul Jami’:1211).
Maksudnya bahwa seorang hamba apabila
mengingat kematian sedangkan dia dalam kesempitan dan kesusahan,kesusahan itu
akan menjadi ringan baginya,karena dia mengetahui bahwa dunia ini adalah
sementara,dan apabila dia mengingat kematian itu sedangkan dia dalam keluasan
dan kelapangan maka dunia ini akan menjadi sempit baginya,dan ini jauh lebih
baik baginya daripada terlena dengan kelezatan dunia dan melupakan akhirat dan
kematian.
Umar bin Abdul Aziz berkata:
إذا كنت من الدنيا فيما يسوءك فاذكرالموت فإنه يسهل عليك
“Apabila engkau mendapatkan petaka
dan kesulitan dalam kehidupan dunia ini maka ingatlah kematian,maka kesulitan
tadi akan menjadi ringan bagimu”(Adabud Dunya wad Diin:460).
3.
Di antara hal yang bisa meringankan sebuah musibah
bagi seorang hamba adalah mengingat nikmat-nikmat Allah yang diberikan
kepadanya,apabila Allah mengambil sebuah nikmat maka itu kecil jika dibanding
dengan nikmat yang masih tersisa.
Ibnu Jarir menyebutkan dari Hasan
al-Bashri yang menafsirkan firman Allah:
يَذْكُرُ الْمَصَائِبَ وَيَنْسَى النِّعَمَ
“Sesungguhnya manusia itu ingkar
tidak bereterima kasih kepada Rabbnya”
Hasan al-Bashri mengatakan:”Yaitu dia
hanya mengingat musibah dan melupakan nikmat-nikmat”.
Imam az-Zahaby dal Siar A’lamin
Nubala’ menyebutkan kesabaran Urwah bin Zubair menghadapi musibah,dalam sebuah
perjalanan Urwah ditimpa penyakit Akilah di kakinya,yaitu semacam penyakit yang
memakan anggota badan yang ditimpa dengannya,maka para tabib memutuskan agar
kaki Urwah dipotong mulai dari tengah betis,lalu tidak berselang lama anaknya
yang bernama Muhammad diinjak oleh keledai kendaraannya lalu meninggal,kemudian
diapun berkata dengan penuh kesabaran:
“Ya Allah aku mempunyai tujuh anak
lalu sekarang engkau mengambil satu di antara mereka dan menyisakan enam,aku
mempunyai empat anggota tubuh 2 buah kaki dan 2 buah tangan sekarang engkau
mengambilnya satu dan menyisakan 3 buah,sungguh engkau mengambil beberapa saja
dan menyisakan banyak”.InsyaAllah bersambung....!!!
0 Response to "Ternyata Musibah Adalah Nikmat"
Posting Komentar
Pertanyaan dan komentar, akan kami balas secepatnya-insyaallah-.