Dua Nama Allah: al-Qariib al-Mujiib


1.   Al-Qariib (Yang Mahadekat)
Allah –subhanahu wa ta’ala- berfirman:



هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيْهَا فَاسْتَغْفِرُوْهُ ثُمَّ تُوْبُوْا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّيْ قَرِيْبٌ مُجِيْبٌ

“Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya[726], karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku Amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)."(QS. Huud: 61)
   Sebagian dari Asma’ (nama) Allah adalah “al-Qariib”(Yang Mahadekat), dan dekat-Nya –subhanahu wa ta’ala- terbagi dua:
1.     Dekat yang bersifat umum, yaitu ilmu-Nya yang meliputisegala sesuatu, dan Dia lebih dekat kepada manusia dari pada urat leher, dan Dia dalam pengertian ma’iyah (bersama) yang umum.
2.     Dekat yang bersifat khusus dengan mereka yang berdo’a dan beribadah serta cinta, yaitu dekat yang membawa kepada cinta, pertolongan dan bantuan dalam semua gerak dan diam, jawaban (dikabulkan permohonan) bagi orang yang berdo’a, diterima dan diberi pahala kepada mereka yang beribadah.[1]
Allah –subhanahu wa ta’ala- berfirman:



وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِيْ عَنَّي فَإِنِّي قَرِيْبٌ أُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ.

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.”(QS.Al-Baqarah: 186).
   Apabila makna dekat sudah difahami seperti pengertian di atas, pada yang umum dan khusus, niscaya tidak ada perbedaan sama sekali antara sifat ini dengan sifat yang sudah dimaklumi tentang adanya Allah –subhanahu wa ta’ala- di atas ‘Arsy-Nya. Yang Mahatinggi pada kedekatan-Nya, Mahadekat pada ketinggian-Nya.[2]

2.   Al-Mujiib (Yang Mengabulkan/ Yang Memperkenankan)
   Sebagian dari Asma’ Allah adalah “al-Mujiib” (Yang Mengabulkan) bagi do’a orang yang berdo’a, permintaan  orang yang meminta dan ibadah orang yang beribadah.
Pengabulan-Nya terbagi dua:
1.     Pengabulan yang bersifat umum bagi setiap orang yang berdo’a. baik do’a ibadah maupun do’a masalah (permintaan), firman Allah –ta’ala-:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِيْ أَسْتَجِبْ لَكُمْ

“Dan Rabbmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu”.(QS. Al-Mu’min: 60)
   Do’a masalah (permintaan) adalah seperti seorang hamba berkata: “Ya Allah berilah saya seperti ini atau ya Allah hindarkanlah saya dari yangseperti ini.” Do’a/perkataan tadi dilakukan oleh orang baik dan fasik. Allah –subhanahu wata’ala- mengabulkan hal itu bagi setiap orang yang berdo’a menurut tuntutan keadaan dan menurut kebijaksanaan-Nya. Ini menjadi dalil kemurahan Allah –subhanahu wa ta’ala- dan ihsan-Nya yang mencakup orang yang shalih dan fasik. Hal ini semata-mata tidak menunjukkan baiknya keadaan orang yang berdo’a, yang diperkenankan do’anya, selama tidak adanya indikasi yang mengarah kesana (baiknya orang itu), benarnya/jujurnya dan kebenaran yang menyertainya. Seperti permohonan dan do’a para Nabi untuk (kebaikan) kaumnya dan atas (kebinasaan) kaumnya, lalu Allah –subhanahu wata’ala- mengabulkan do’a mereka, hal itu mengindikasikan kebenaran mereka terhadap apa yang mereka bawa dan kemuliaan Rabb mereka. Karena inilah seringkali Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- berdo’a dan dan dikabulkan Allah –subhanahu wa ta’ala-, yang disaksikan orang banyak, kaum muslimin dan non muslim. Hal ini mengindikasikan kenabiannya dan tanda kebenarannya. Seperti itu pula yang sering disebutkan tentang terkabulnya do’a para wali Allah, sesungguhnya semua itu menunjukkan karamah (kemuliaan) mereka terhadap Allah –subhanahu wa ta’ala-
2.     Adapun pengabulan yang khusus, ada beberapa sebab, di antaranya adalah do’a orang yang mudh-thar (kesulitan), yang terimpa kesusahan  dan musibah yang besar/berat. Allah –subhanahu wata’ala- berfirman-:

أَمَّنْ يُجِيْبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ.

“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya.” (QS. An-Naml: 62)
   Dan sebab yang demikian adalah pengharapan yang sangat kepada Allah, dengan sangat merendah dan terputusnya harapan dengan makhluk oleh karena luasnya rahmat Allah –subhanahu wa ta’ala- yang meliputi semua makhluk menurut kebutuhan mereka kepadanya (rahmat Allah), bagaimana pula dengan orang yang kesulitan dan berhajat kepada rahmat tersebut?
   Dan sebagian dari sebab dikabulkannya  do’a adalah perjalanan yang jauh dan bertawassul kepada Allah dengan wasilah (perantara) yang paling disukai-Nya, seperti Asma, Sifat dan segala nikmat-Nya. Demikian pula do’a orang yang sakit, yang dizhalimi, orang yang puasa, do’a seorang ayah atas (kebinasaan) anaknya atau untuk kebaikannya. Pada waktu dan keadaan yang mulia, seperti akhir shalat, waktu-waktu sahur, antara adzan dan iqamat, ketika adzan, turun hujan, musibah yang berat dan seumpama yang demikian itu.[3] [4]


[1] Al-Haqqul Wadhiihul Mubiin hal.64 dan lihat Syarh an-Nuuniyyah al-Harraas (II/92).
[2] Syarh an-Nuuniyyah al-Harraas (II/92) dan Taudhiihul Maqaashid (II/229).
[3]Syarh an-Nuuniyyah al-Harraas (II/93-94) dan Taudhiihul Maqaashid wa Tashhiihul Qawaa’id (II/229).
[4] Dikutip dari kitab “Syarhu Asma’il Husna ala Dhau’il Kitab was Sunnah” oleh Sa’id bin Ali al-Qahtani, edisi Indonesia: Syarah Asma’ Wa Sifat Allah, hlm.196-198.

0 Response to "Dua Nama Allah: al-Qariib al-Mujiib"

Posting Komentar

Pertanyaan dan komentar, akan kami balas secepatnya-insyaallah-.