Lisan
merupakan salah satu nikmat besar yang diberikan Allah-ta’ala-kepada
manusia, dengan lisan seseorang bisa berbicara dan mengungkapkan isi hatinya, mengenai
nikmat lidah atau lisan ini Allah berfirman dalam surat al-Balad:
أَلَمْ نَجْعَلْ لَهُ عَيْنَيْنِ وَلِسَانًا
وَشَفَنَيْنِ.
“Bukankah
kami telah memberikannya dua buah mata, lidah dan dua buah bibir”.(QS. al-Balad:
8-9)
Rasulullah
-shallallahu alaihi wasallam- dalam banyak haditsnya telah memerintahkan
kita untuk menjaga lisan, jangan sampai seseorang menggunakannya dalam
kemaksiatan, dalam namimah, ghibah dan kemaksiatan lainnya, karena ketika
seseorang berbicara dengan lisannya tanpa terlebih dahulu memikirkan dan
menimbang perkataannya, justru hal itu akan menjadi penyebab terjerumusnya ia
ke dalam neraka, Rasulullah bersabda:
اِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ يَزِلُّ بِهَا إِلَى النَّارِ مِمَّا بَيْنَ
الْمَشْرِقِ وَ الْمَغْرِبِ
“Sesungguhnya
ada seorang hamba mengucapkan suatu kata yang dia tidak fikirkan apakah kata
itu baik, justru menyebabkannya terjatuh ke dalam neraka sejauh timur dan barat”.(HR.al-Bukhari
dan Muslim)
Beliau
juga bersabda:
اِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللهِ تَعَالَى مَاكَانَ
يَظُنُّ أَنْ تَبْلُغَ مَا بَلَغَنتْ
يَكْتُبُ اللهُ بِهَا رِضْوَانَهُ إِلَى يَوْمِ يَلْقَاهُ, وَ اِنَّ الرَّجُلَ
لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ
اللهِ مَاكَانَ يَظُنُّ أَنْ تَبْلُغَ مَا
بَلَغَنتْ يَكْتُبُ اللهُ بِهَا سَخَطَهُ إِلَى يَوْمِ يَلْقَاهُ.
“Sesungguhnya
ada seseorang yang mengucapkan satu kata yang mengandung keridhaan Allah, dia
tidak petnah menyangka akibat besar dari kata itu, yaitu Allah tuliskan baginya
keridhaan Allah sampai dia meninggal. Dan sesungguhnya ada seseorang yang
mengucapkan satu kata yang mengandung kemurkaan Allah, dia tidak pernah
menyangka akibat yang begitu besar dari kata yang ia ucapkan, yaitu Allah
tuliskan baginya kemurkaan Allah sampai dia meninggal. (HR. Imam Malik dan
Tirmidzi, dishahihkan oleh al-Albani)
Dan Allah menjelaskan di dalam al-Qur’an
bagaimana kata dan kalimat yang diucapkan seorang hamba senantiasa dihitung dan
dicatat, tidak ada satu kata pun yang terlewat, Allah berfirman:
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا
لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ
“Tiada suatu ucapkan pun yang diucapkan
melainkan ada di dekatnya malaikat yang selalu mengaawasi dan selalu hadir.” (QS. Al-Qaf: 18)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya berkata ketika
menafsirkan ayat di ini:
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا
لَدَيْهِ رَقِيْبٌ عَتِيْدٌ: أَيْ إِلَّا وَ لَهَا مَنْ يَرْقُبُهَا مُعَدٌّ لِذالِكَ يَكْتُبُهَا
لَا يَتْرُكُ كَلِمَةً وَلَا حَرَكَةً كَمَا قَالَ تَعَالَى: وَإِنَّ عَلَيْكُمْ
لَحَافِظِيْنَ. كِرَامًا كَاتِبِيْنَ. يَعْلَمُوْنَ مَاتَفْعَلُوْنَ.
………
yaitu senantiasa ada malaikat yang ditugaskan untuk mengawasi dan menulis
perkataannya. Malaikat itu tidak meninggalkan walau hanya satu kata dan satu
gerakan sebagaimana firman-Nya:
وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِيْنَ.
كِرَامًا كَاتِبِيْنَ. يَعْلَمُوْنَ مَاتَفْعَلُوْنَ.
“Padahal
sesungguhnya bagi kalian ada malaikat-malaikat yang mengawasi, yang mulia di
sisi Allah yang mencatat perbuatan serta ucapan kalian. Mereka mengetahui apa
yang kalian kerjakan”
Walaupun para ulama berbeda pendapat apakah
yang ditulis itu segala macam perkataan dan ucapan, ataukah hanya perkataan
yang berakibat pahala atau dosa saja? Akan tetapi keumuman ayat tersebut
menunjukkan benarnya pendapat pertama, yaitu bahwa malaikat menulis segala
macam perkataan, baik yang mengandung dosa dan pahala maupun yang lainnya.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
Imam at-Tirmidzi dan Ibnu Majah dishahihkan oleh al-Albani dari sahabat Sufyan
bin Abdillah ats-Tsaqafi bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam-
memberi tahu Sufyan tentang hal yang paling berbahaya dari manusia.
قَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ حَدِّثْنِيْ
بِأَمْرٍ أَعْتَصِمُ بِهِ؟ قُلْ رَبِّيَ اللهُ ثُمَّ اسْتَقِمْ. قُلْتُ يَارَسُوْلَ
اللهِ, مَا أَخْوَفُ مَا تَخَافُ عَلَيَّ؟ فَأَخَذَ بِلِسَانِ نَفْسِهِ ثُمَّ
قَالَ: هَذَا.
“Aku
berkata (yaitu Sufyan): Wahai Rasulullah, beritahulah kepadaku hal yang aku
pegang teguh dengannya, beliau menjawab: Katakanlah Rabbku adalah Allah
kemudian istiqamahlah. Lalu Sufyan bertanya lagi : Wahai Rasulullah, apa yang
paling engkau takutkan dariku? Lalu beliau memegang lisan beliau seraya berkata
“ini”.
Dan hal
pertama yang disebutkan Nabi –shallallahu ‘alaihi wasallam- ketika Uqbah
bin Amir bertanya tentang an-Najat (keselamatan), beliau menjawab “Jagalah
lisanmu”, sebagaimana
dalam hadits, bahwasannya Uqbah bin Amir bertanya kepada Rasulullah:
يا رسول الله ما النجاة؟ قال: أمسك عليك لسانك وليسعك بيتك وابك على
خطيئتك
“Wahai Rasulullah, bagaimana mendapatkan
keselamatan? Beliau menjawab:”Tahanlah (jagalah) lisanmu, dan hendaknya engkau
merasa cukup dengan rumahmu dan menangislah terhadap kesalahan (dosa) mu”.(HR.at-Tirmidzi
dan dishahihkan oleh al-Albani).
Di dalam
surat al-A’raf Allah menyebutkan sebuah perbuatan yang merupakan akibat dari
lisan yang tidak dijaga, lisan yang pemiliknya tidak berfikir akan akibat
ucapannya sebelum ia ucapkan, Allah berfirman:
قل إنما حرم ربي الفواحش ما ظهر منها وما بطن والإثم والبغي بغير الحق
وأن تشركوا بالله ما لم ينزل به سلطانا وأن تقولوا على الله ما لا تعلمون
“Katakanlah: Rabbku hanya mengharamkan
perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun tersembunyi, dan perbuatan dosa,
melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, juga mengharamkan mempersekutukan Allah dengan
sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu, dan mengaramkan
mengatakan (sesuatu) atas nama Allah tanpa ilmu”(QS al-A’raf:33).
Ibnul
Qayyim berkata dalam kitab”Madarijus Salikiin”:“Berkata atas nama Allah
tanpa ilmu merupakan perbuatan maksiat yang paling besar keharaman dan dosanya,
di antara maksiat-maksiat yang disebutkan dalam ayat ini, oleh karena itu Allah
menyebutnya dalam tingkatan yang keempat setelah menyebutkan macam-macam
maksiat yang disepakati keharamannya oleh semua syari’at dan agama, perbuatan
ini (berbicara atas nama Allah tanpa ilmu) adalah sumber kesyirikan dan
kekufuran, dan di atasnyalah bid’ah dan kesesatan terbangun”.
Dari
itu, hendaknya setiap muslim menjaga lisannya, berfikir dan menimbang sebelum
ia berbicara, meninggalkan majlis-majlis yang membicarakan hal-hal yang tidak
berfa’idah dan tidak berguna, Ibnu Qudamah dalam kitab”Mukhtashar Minhaj
al-Qasidin” berkata:
فمن عرف قدر زمانه وأنه رأس ماله لم ينفقه إلا في فائدة وهذه المعرفة
توجب حبس اللسان فيما لا يعني
“Barangsiapa yang mengetahui begitu
berharganya umur, mengetahui bahwa umurnya adalah modalnya, maka dia tidak akan
menghabiskannya kecuali pada hal-hal yang bermanfa’at, jika seseorang tahu akan
beharganya waktu, maka hal itu akan membuatnya menjaga ucapannya dari berbicara
tentang hal-hal yang tidak ada gunanya”.
Tips
Penting dalam Menjaga Lisan
Ada beberapa
tips penting yang perlu kita perhatikan dalam hal menjaga lisan ini:
Pertama:Hendaknay
pembicaraan kita selalu diarahkan dalam hal kebaikan. Allah berfirman:
لَا خَيْرَ فِيْ كَثِيْرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إلَّا مَنْ أَمَرَ
بِصَدَقَةٍ أَوْمَعْرُوْفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ
ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيْهِ أَجْرًا عَظِيْمًا
“Tidak
ada kebaikan pada kebanyakan
bisik-bisikkan mereka, kecuali bisik-bisikan dari orang yang menyuruh
(manusia) memberi sedekah atau berbuat
ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara
manusia.” (an-Nisa: 114)
Kedua,
tidak membicarakan sesuatu yang tidak berguna bagi diri kita maupun orang lain
yang mendengarkan. Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “termasuk
kebaikan Islam seseorang adalah
meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Ketiga,
tidak membicarakan semua yang kita dengar. Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-
berkata, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, “Cukuplah menjadi suatu dosa bagi seseorang yaitu
apabila ia membicarakan semua apa yang ia dengar.” (HR. Muslim)
Keempat,
menghindari perdebatan dan saling membantah, sekali pun kita berada di pihak
yang benar dan menjauhi perkataan dusta sekalipun bercanda Rasulullah bersabda:
أنا زعيم ببيت في ربض الجنة لمن ترك المراء وإن كان محقا وببيت في وسط
الجنة لمن ترك الكذب وإن كان مازحا
“Aku adalah penjamin sebuah istana di taman surge
bagi siapa saja yang menghindari pertikaian (perdebatan) sekalipun ia benar,
dan (penjamin) istana di tengah-tengah surga bagi siapa saja yang meninggalkan
dusta sekalipun bercanda”.(HR Abu Dawud dihasankan oleh al-Albani)
Kelima,
Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa, A’isyah-radiallohu anha-
berkata:
“Sesungguhnya
Nabi-shallallahu alihi wasallam-apabila membicarakan suatu hal dan ada orang
yang mau menghitungnya niscaya dia dapat menghitungnya”.(HR al-Bukhari dan
Muslim).
Keenam,
ada larangan membuat-buat cerita atau perkataan dusta untuk membuat orang lain
tertawa, Rasulullah-shallallahu alaihi wasallam-bersabda:
“Celakalah
bagi seseorang yang berbicara dengan kedustaan untuk membuat orang-orang
tertawa, celakalah dia, celakalah dia”.(HR Abu Dawud:4490, dan dihasankan oleh
al-Albani).
Perilaku
Para Ulama Salaf Tentang Menjaga Lisan dan Waktu
Untuk
mengetahu bagaimana para ulama menghabiskan waktu mereka, bagaimana ulama
terdahulu begitu pelit terhadap umur dan waktu mereka untuk dihabiskan dalam
majlis-majlis yang tidak berguna, pembicaraan-pembicaraan yang tidak berfa’idah,
kami akan mengutip beberapa perkataan maupun perilaku mereka yang diceritakan
dalam kitab-kitab para ulama:
Diceritakan
dari Amir bin Qais (seorang tabi’in) bahwasanya ada seseorang yang ingin
mengajaknya berbincang-bincang seraya berkata:
يَا عَامِرُ كَلِّمْنِيْ
“Wahai Amir mari kita berbincang-bincang”
Lalu Amir berkata:
أَمْسِكِ الشَّمْسَ
“Tahanlah matahari”. Apabila engkau menahan
waktu dari perputarannya dengan menahan pergerakan matahari maka barulah aku
akan berbincan-bincang denganmu.
Dalam
kitab “Syarhus Sunnah” oleh al-Baghawi disebutkan perkataan Hasan al-Basri:”Aku
mendapati suatu kaum, mereka jauh lebih pelit terhadap waktu dan umurnya dibanding
pelitnya mereka terhadap harta bendanya”.
0 Response to "Pentingnya Menjaga Lisan"
Posting Komentar
Pertanyaan dan komentar, akan kami balas secepatnya-insyaallah-.