عَنِ الضَّحَّاكِ بْنِ سُفْيَانَ
الْكِلَابِيِّ -رضي الله عنه- أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ : يَا ضَحَّاكُ مَا طَعَامُكَ ؟ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ
اللَّحْمُ وَاللَّبَنُ . قَالَ ثُمَّ يَصِيرُ إِلَى مَاذَا ؟ قَالَ إِلَى مَا قَدْ
عَلِمْتَ . قَالَ : فَإِنَّ اللَّهَ
تَبَارَكَ وَتَعَالَى ضَرَبَ مَا يَخْرُجُ مِنْ ابْنِ آدَمَ مَثَلًا لِلدُّنْيَا
“Dari Ad-Dohhak bin Sufyan al-Kilaby-radiallohu anhu-bahwasanya
Rasulullah-shallallahu alaihi wasallam-bersabda kepadanya:”Wahai Dohhak apa
makananmu? Dia menjawab:”Wahai Rasulullah makanan saya adalah daging dan susu.
Kemudian beliau bertanya lagi:”Lalu makanan tadi akan berubah jadi apa? Dohhak
menjawab:”Dia akan berubah menjadi barang yang engkau sudah tahu. Beliau
bersabda:”Sesungguhnya Allah -tabaraka wa ta’ala-membuat perumpamaan bagi dunia
ini dengan (kotoran) yang keluar dari anak Adam”.
Takhrij
Hadits
Hadits di atas diriwayatkan oleh Ahmad no.15320, at-Thabrany dalam
“al-Mu’jamul Kabiir” no.8138, al-Baihaqy dalam “as-Syu’ab” no.5653, dari jalan
Ali bin Jud’an dari al-Hasan dari ad-Dohhak bin Sufyan al-Kilaby bahwasanya
Rasulullah bersabda…, sedangkan Ali bin Jud’an ini dha’if , didha’ifkan oleh
Hammad bin Zaid, Sufyan bin Uyaynah, Ahmad, Yahya dan al-Bukhari, Ibnu
Khuzaimah dan selain mereka, mereka mensifati Ali bin Jud’an ini bahwa dia
kacau dan jelek hafalannya[1].
Sedangkan al-Hasan mudallis dan dia meriwayatkan dengan lafadz”عن” di sini, hadits ini juga diriwayatkan oleh
Ibnu Hibban no.702, juga oleh Abdullah bin Ahmad dalam “Zawa’iduz Zuhd”
no.20733, begitu juga al-Marwazy dalam “Zawa’iduz Zuhd” no.169, dan al-Baiaqy
dalam “al-Aadaab” no.464, dari jalan Abu Hudzaifah dia mengatakan:”Kami diceritakan
oleh Sufyan dari Yunus bin Ubaid dari al-Hasan dari Itti dari Ubai bin Ka’ab sampai
ke Rasulullah dengan lafaz yang hampir sama. Abu Hudzaifah ini adalah Musa bin
Mas’ud an-Nahdy, az-Dzahaby mengatakan:”Shaduq insyaallah dan terkadang salah,
Ahmad mempertanyakannya dan at-Tirmidzy mendha’ifkannya, Ibnu Khuzaimah
berkata:”Aku tidak mengambil hujjah dengannya”, Amr bin Ali mengatakan:”Orang
yang faham ilmu hadits tidak akan mengambil hadits darinya”, al-Hakim Abu Ahmad
mengatakan:”Dia tidak kuat menurut ahli hadits”, Bandaar mengatakan:”Haditsnya
dha’if”[2].
Walaupun demikian dia lebih kuat dari Ibnu Jud’an, Imam al-Bukhari
meriwayatkan darinya sebagai mutabi’ (penguat), dan dia termasuk syaikhnya Imam
Bukhari[3].
Hadits ini juga diriwayatkan secara mauquf kepada Ubai bin Ka’ab oleh Abu Hatim ar-Razy
dalam az-Zuhd (33), Ibnu Abid Dunya dalam “al-Juu’” (168) juga secara marfu’
(167), Abu Dawud dalam “az-Zuhd” (188), hadits ini juga mempunyai syahid
(penguat dari jalan sahabat yang lain) diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak dalam
“az-Zuhd” (492), begitu juga Ibnu Abid Dunya dalam “al-Juu’” (169) dari jalan
Sufyan dari Ashim dari Abu Utsman secara marfu’ dengan lafadz yang mirip,
al-Haitsamy berkata dalam al-Majma’ tentang hadits ini (10/514):”Diriwayatkan
oleh Abdullah juga at-Thabrany para perawinya adalah perawi shahih kecuali Itti
tapi dia tsiqah”.
Al-Mundziry mengatakan dalam “at-Targib wa at-Tarhib”
(3/103):”Diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad dalam Zawa’idnya dengan sanad
yang bagus dan kuat”.
Syu’aib al-Arnauth berkata dalam ta’liqnya terhadap Shahih Ibnu
Hibban:”Hadits shahih”, hadits ini juga dihasankan oleh al-Albany no.382,
Shahih al-Jaami no.1778, dan menyatakannya shahih li ghairihi dalam “Shahih
at-Targhib” no.2150.
Makna
Hadits
Al-Munawy berkata tentang makna hadits di atas:”Az-Zamakhsary
berkata:”Makna hadits ini bahwasanya makanan, walaupun seseorang sekuat tenaga
membuatnya supaya terasa enak, lezat dan bagus, tetap saja akan berubah menjadi
barang yang menjijikkan, begitu halnya dunia yang banyak orang sangat semangat
untuk mendapatkannya, berusaha sekuat tenaga untuk memperolehnya tetap saja
akan berakhir dan punah. Ad-Dailamy berkata:”Maksud hadits ini adalah air
kencing dan tinja, yaitu apa yang keluar dari manusia itu (berupa kotoran) sebelumnya
adalah berupa berbagai macam makanan lezat dan minuman yang enak, lalu akhirnya
dia menjadi benda yang anda lihat, dunia ini terlihat gemerlap dan manis, hati
selalu ingin mendapatkannya, orang yang tidak mengerti tentang akhir dunia ini
akan berlomba-lomba untuk mendapatkan gemerlapnya, mereka menyangka dunia ini
akan abadi, atau dia sendiri yang akan kekal”. Maka lezatnya dunia dalam hati
laksana lezatnya makanan pada lidah dan lambung, dan seorang hamba akan
merasakan kebencian, rasa jijik terhadap dunia ini ketika nanti dia telah
meninggal, sebagaimana halnya dengan makanan yang lezat apabila telah
keluar dari lambung, juga semakin enak,
lezat dan manis suatu makanan maka semakin bau juga kotoron yang dihasilkan,
begitu juga semakin kuat kenikmatan dunia yang diperoleh seseorang maka semakin
sakit pula yang dirasakan ketika mati, sebagimana juga semakin besar rasa cinta
seseorang terhadap kekasihnya maka semakin besar pula kesedihan yang menimpanya
ketika sang kekasih itu hilang”[4].
Ibnul Qoyyim berkata:”Sesungguhnya Allah menjadikan makanannya
manusia sebagai perumpamaan bagi dunia ini, walaupun sekuat tenaga ia mengolah
dan memperbagusnya, lihatlah dia akan jadi apa? Maka tidaklah seseorang itu
tertipu dengan dunia itu dan merasa abadi dengannya melainkan orang itu adalah
orang yang memiliki pribadi yang rendah dan kedudukan yang hina”[5].
0 Response to "Makanan Lalu Menjadi Kotoran, Itulah Hakekat Dunia"
Posting Komentar
Pertanyaan dan komentar, akan kami balas secepatnya-insyaallah-.